Rabu, 27 Mei 2009

RESUME BUKU PENDIDIKAN

PENDIDIKAN BAGI ANAK BERKESULITAN BELAJAR
Pengarang : Dr. Mulyono Abdurrahman
Resume oleh : Aisyah Ramadhani
Agustus, 2003
Diterbitkan & bekerjasama antara PUSAT PERBUKUAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN & KEBUDAYAAN dengan PENERBIT PT. RINEK CIPTA
JAKARTA
Dicetak oleh : PT Asdi Mahasatya Jakarta

Banyak definisi tentang kesulitan belajar tetapi secara umum dapat dikemukakan empat kriteria:
(1) Kemungkinan adanya disfungsi otak
(2) Kesulitan dalam tugas-tugas akdemik
(3) Prestasi belajar yang rendah jauh dibawah kapasitas integlinasi yang dimilki
(4) Tidak memasukkan sebab-sebab lain seperti karena tunagrahita, ganguan emosional, hambatan sensoris, ketidaktepatan pembelajaran, atau karena kemiskinan budaya.

Prevalensi kesulitan belajar secara umum mencakup rentangan dari 1% hingga 30%, sedangkan secara konservatif adalah dari 1% hingga 3%.
Secara garis besar kesulitan belajar dapat diskalifikasikan kedalam dua kelompok:
(1) Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan
(2) Kesulitan belajar akademik.

Kesulitan belajar dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain faktor keturunan, kerusakan pada fungsi otak, biokimia, deprivasi lingkungan, atau kesalahan nutrisi.

Teori tentang kesulitan belajar merupakan sekumpulan bangunan pengertian atau konsep, definisi, dan dalil yang saling terkait, yang memungkinkan terbentuknya suatu gambaran yang sistematik tentang fenomena kesulitan belajar dengan menjelaskan hubungan antarberbagai variabel, dengan tujuan menjelaskan, meramalkan , dan mengendaliakan fenomena tersebut.

Anak berkesuliatn belajar memerlukan program pelayanan remedial hendaknya dilaksanakan oleh guru khusus yang hendaknya dilaksanakan oleh guru khusus yang memiliki keahlian dalam bidang pendidikan bagi anak berkesulitan belajar. Sebelum memberikan pengajaran remedial, guru perlu lebih dahulu menegakkan diagnosis, yaitu menentukan jenis dan penyebab kesulitan serta alternatif strategi pengajaran remedial yang efektif dan efisien. Ada tujuh langkah yang hendaknya diikuti oleh guru dalam menegakkan diagnosis kesulitan belajar, yaitu:
(1) Identifikasi
(2) Menetukan prioritas anak yang perlu diberi pelayanan pengajaran remedial
(3) Menentukan potensi
(4) Menentukan taraf keamapuan dalam bidang yang perlu diremidasi
(5) Menentukan gejala kesulitan
(6) Menganalisis faktor-faktor yang terkait
(7) Menyusun rekomendasi untuk pengajaran remedial.

Ada sembilan prinsip diagnosis kesulitan belajar yang perlu diperhatikan, yaitu (1) terarah pada perumusan metode perbaikan, (2) efisien, (3) penggunaan catatan kumulatif, (4) memperhatikan berbagai informasi yang terkait, (5) valid dan reliabel, (6) penggunaan tes baku (kalau mungkin), (7) penggunaan prosedur informal, (8) kuantitatif, dan (9) berkesinambungan.

Pendidikan bagi anak berkesulitan belajar merupakan bagian dari ilmu pendidikan luar biasa atau ortopedagogik. Pendidikan luar biasa bukan merupakan pendidikan yang secara keseluruhan berbeda dari pendidikan pada umumnya. Oleh karena itu, pendidikan luar biasa dapat diselenggarakan terintegrasi dengan pendidsikan pada umumnya. Pemisahan anak luar biasa dari anak-anak lain pada umumnya hendaknya hanya untuk keperluan pembelajaran (instruction), bukan untuk keperluan pendidikan (education).

Guru untuk anak berkesulitan belajar, baik psikologis maupun fisiologis. Ada dua kelompok teori psikologis tentang proses belajar , yaitu kelompok teori behavioristik dan kelompok teori kognitif. Kelompok teori belajar behavioristik memandang manusia sebagai makhluk pasif yang dipengaruhi oleh stimulasi dari lingkungan; sedangkan kelompok teori kognitif memandang manusia sebagai makhluk aktif yang bebas membuat pilihan. Teori neurologis tentang belajar menjelaskan bahwa struktur otak merupakan hasil interaksi antara pola genetik dengan lingkungan. Dengan demikian, tinjauan neurofisiologik mempertemukan kelompok teori behavioristikdan kelompok teori kognitif. Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Hasil belajar tersebut dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam diri anak dan faktor yang berasal dari lingkungan.

Asesmen adalah suatu proses pengumpulan intormasi tentang anak berkesulitan belajar yang akan digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam merencanakan program pembelajaran bagi anak tersebut. Asesmen dilakukan untuk lima keperluan, yaitu untuk penyaringan (secreening) pengalihtanganan (referral), klasifikasi (instructional planning), dan pemantauan kemajuan beljar anak (monitoring pupil progress). Untuk memperoleh imformasi asesmen dapat dilakukan melalui wawancara, obnserfasi, pengukuran informal, dan penggunaan tes baku formal. Asesmen memilki kaitan yang erat dengan penyusunan program pendididkan individual .

Program pendidikan individual adalah suatu bentuk pelayanan PLB bagi anak berkesulitan belajar. Program tersebut biasanya dikembangkan oleh seorang guru PLB bagi anak berkesulitan belajar yang pelaksanaannya harus dievaluasi dulu oleh TP3I (Tim Penilai Program Pendidikan Individual). Suatu TP3I umumnya terdiri dari guru khusus bagi nak berkesulitan belajar, guru reguler (guru kelas atau guru bidang studi), kepala sekolah, orangtua, ahli yang berkaitan dengan anak (dokter dan psikolog), dan kalau mungkin juga anak itu sendiri. Suatu PPI (Program Pendidikan Individual) hendaknya memuat lima pernyataan, yaitu pernyataan tentang:
(1) Taraf kemampuan anak saat ini
(2) Tujuan pembelajaran umum dan penjabarannya ke dalam tujuan pembelajaran khusus
(3) Pelayanan khusus yang tersedia bagi anak dan perluasannya untuk mengikuti program reguler
(4) Proyeksi tentang kapan dimulainya kegiatan dan waktu yang digunakan untuk memberikan pelayanan
(5) Prosedur evaluasi dan kriteria keberhasilan program.

Ada lima langkah utama dalam merancang suatu PPI, yaitu (1) membentuk Tim PPI atau TP3I, (2) menilai kekuatan, kelemahan, dan minat anak, (3) mengembangkan tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek, (4) merancang metode dan prosedur pencapaian tujuan, (5) menentukan metode evaluasi untuk menentukan kemajuan anak.

Ada lima manfaat informasimedis bagi guru, yaitu:
(1) Dapat lebih memahami bahwa belajar merupakan suatu proses neurologis yang terjadi di dalam otak
(2) dapat menyadari bahwa dokter spesialis sering memberikan sumbangan baik pada asesmen maupun pemecahan masalah belajar
(3) dapat menginterprestasikan laporan medis tentang anak dan mendiskusikan temuan-temuannya dengan dokter dan orangtua
(4) dapat memahami bahwa beberapa kesulitan belajar ditemukan karena kemajuan teknologi kedokteran
(5) penemuan-penemuan ilmiah tentang otak manusia dan belajar dapat meningkatkan pemahaman guru tentang hakikat kesulian belajar.

Secara tradisional profesi kedokteran menggunakan terminologi disfungsi minimal otak (minimal brain dysfunction) untuk menunjuk anak-anak berkesulitan belajar. Meskipun demikian, ada pula yang mengusulkan penggunaan terminologi gangguan kekurangan perhatian (attention deficit disorders).

Pediatri adalah cabang ilmu kedokteran yang berkaitan dengan kesehatan anak. Dokter spesialis anak mempunyai peran tidak hanya dalam aspek kesehatan fisik tetapi juga aspek psikososial dari kesejahteraan anak.

Neurologi adalah cabang ilmu kedokteran yang berkaitan dengan penyakit saraf. Dokter spesialis saraf memiliki peran penting dalam melakukan evaluasiperkembangan fungsi otak dan sistem saraf pusat, yang merupakan posisi kunci dalam diagnosis kesulitan belajar.

Karena anak berkesulitan belajar sering memiliki kesulitan dalam membaca, dan kesulitan sering terkait dengan kemampuan melihat, maka bantuan dari seorang dokter spesialis mata sering diperlukan. Pemeriksaan penglihatan dilakukan untuk mengetahui ket ketajaman pengelihatan, kekeliruan pembiasan, dan kesulitan binokular.

Otologi adalah cabang ilmu kedokteran yang berkaitan dengan kesehatan pendengaran. Pendengaran merupakan sarana yang sangat penting untuk menguasai bahasa. Karena anak-anak berkesulitan belajar banyak yang mengalami kesulitan dalam bahasa, maka bayak di antara mereka yang memerlukan pemeriksaan kesehatan pendengaran dari seorang dokter spesialis pendengaran.

Kesulitan belajar sering terkait dengan masalah kesehata mental. Cabang ilmu kedoktrean yang terkait dengan kesehatan mental adalah psikiatri. Oleh karena itu, psikiater sering memegang peran kunci dalam diagnosis kesulitan belajar.

Ada sejumlah bentuk terapi hiperaktivitas yang merupakan salah satu karakteristik dari kesulitan belajar. Penggunaan obat banyak dilakukan tetapi juga banyak yang meragukan manfaatnya. Bentuk terapi yang lain yang mencakup pemberian nutrisi yang cukup, pengendalian makan (diet), membatasi penggunaan bahan tambahan makanan, pengendalian kadar gula dalam darah, dan pengunaan modifikasi perilaku.

Pada umumnya manusia mengikuti suatu polaperkembangan yang bersifat umum. Pola perkembangan umum tersebut sangat bermanfaat untuk menyusun program pendidikan atau kurikulum sekolah bagi anak normal. Di samping ada pola perkembangan umum ada pola perkembangan yang bersifat individual, yang berbeda-beda untuk tiap anak. Pola perkembangan individual sangat bermanfaat untuk menyusun program pendidikan individual.

Perkembangan manusia tidak dapat dipercepat. Upaya mempercepat perkembangan dapat menimbulkan masalah belajar. Begitu pula dengan ketiadaan stimulasi yang tepat pada saat suatu fungsi sedang mengalami kematangan, dapat menimbulkan masalah belajar.

Ditinjau dari aspek psikologi perkembangan, kesulitan belajar disebabkan oleh adanya kelambatan kematangan dari suatu fungsi neurologis. Oleh karena itu, kesulitan belajar bersifat sementara sehingga banyak diantara anak-anak berkesulitan belajar yang tidak memperlihatkan gejala-gejala kesulitan belajar setelah mereka remaja atau dewasa.

Ada tahapan-tahapan perkembangan manusia yang relatif sama. Tahapan-tahapan perkembangan yang paling terkait dengan kesulitan belajar adalah tahapan-tahapan perkembangan kognitif. Tahapan-tahapan perkembangan kognitif tersebut menurut piaget mulai dari tahapan sensori motor, praoperasional, konkret-operasional, dan fromal-operasional. Pembelajaran hendaknya disesuakan dengan tahapan-tahapan perkembangan tersebut.

Implikasi penting dari aspek psikologi perkembangan adalah agar sekolah merancana pengalaman belajar yang dapat mempertinggi kemantapan kematangan perkembangan alami. Suatu kesiapan sangat diperlukan dalam mencapai suatu bentuk keterampilan.

Psikologi behavioral memberikan sumbangan penting dalam pengajaran anak berkesulitan belajar. Ada dua sumbangan penting dari aspek psikologi behavioral, yaitu dalam melakukan analisis perilaku dalam pembelajaran langsung sedangkan pemahaman tentang tahapan-tahapan belajar memungkinkan guru memberikan pelajaran yang tepat bagi anak berkesulitan belajar. Ada tujuh langkah pembelajaran langsung yang perlu diperhatikan oleh guru, yaitu:
(1) Merumuskan tujuan
(2) Melakukan analisis tugas
(3) Menyusun tugas-tugas dalam urutan yang logis
(4) Menentukan tugas-tugas yang belum dikuasai anak
(5) Mengajarkan tugas-tugas yang belum dikuasai
(6) Mengajarkan hanya satu tugas dalam waktu tertentu
(7) Melakukan evaluasi untuk menentukan keefektifan program pembelajaran.

Tahapan-tahapan belajar ada empat, yaitu (1) perolehan, (2) kecakapan, (3) pemeliharaan, dan (4) generalisasi. Implikasi aspek psikologi behavioral bagi kesulitan belajar adalah (1) terciptanya pembelajaran langsung yang efektif, (2) perlunya menggabungkan pembelajaran langsung dengan pendekatan lainuntuk meningkatkan keefektifan pembelajaran, dan perlunya mempertimbangkan tahapan-tahapan perkembangan dalam merancang pembelajaran.

Ada tiga macam sistem penempatan pemberian pelayanan pendidikan luar biasa bagi anak berkesulitan belajar yang paling banyak dipilih, yaitu sistem pemberian pelayanan dalam bentuk kelas khusus, ruang sumber, dan kelas reguler. Tiap sistem penempatan memiliki kelebihan sekaligus juga kekurangan.

Ada berbagai peranan guru bagi anak berkesulitan belajar, yaitu:
(1) Menyusun rancangan program identifikas, asesmen, dan pembelajaran anak berkesulitan belajar
(2) Berpartisipasi dalam penjaringan, asesmen, dan evaluasi
(3) Berkonsultasi dengan para ahli yang terkait menginterpretasikan laporan mereka
(4) Melaksanakan tes, baik tes formal maupun tes informal
(5) Berpartisipasi dalam penyusunan progeam pendidikan individual (PPI)
(6) Mengimplementasikan PPI
(7) Menyelenggarakan pertemuan dan wawancara dengan orang tua
(8) Bekerja sama dengan guru reguler untuk memahami anak dan menyediakan pembelajaran yang efektif
(9) membantu anak dalam mengembangkan diri, memperoleh harapan untuk berhasil, dan keyakinan terhadap kesanggupan mengatasi kesulitan belajar anak.

Guru bagi anak berkesulitan belajar dituntut untuk memilki dua jenis kompetisi, yaitu kompetisi teknis dan kompetisi konsultasi kolaboratif. Kompetisis teknis mencakup (1) memahami berbagai teori tentang kesulitan belajar;(2) memahami berbagai tes yang terkait dengan kesulitan belajar; (3) terampil dalam melaksanakan asesmen dan evaluasi; dan (4) terampil dalam mengajarkan bahasa ujaran, bahasa tulis, membaca, matematika, mengelola perilaku, dan terampil memberikan pelajaran prevokasional dan vokasional. Kompetisi konsultasi kolaboratif mencakup kemampuan untuk menjalin hubungan kerjasama dengan semua irang yang terlibat dalam upaya memberikan bantuan kepada anak berkesulitan belajar adalah melalui (1) pendidikan inservice, (2) demonstrasi, (3) studi kasus, (4) pengalaman klinis, (5) mengundang pembicara tamu dan menghadiri seminar, dan (6) menyediakan laporan berkala atau jurnal tentang pendidikan anak berkesulitan belajar.

Agar dapat menjalin hubungan baik dengan orang tua, guru perlu mengetaui sikap orang tua kepada anak. Ada tiga macam sikap orang tua terhadap anaknya yang berkesulitan belajar, yait:
(1) Menolak atau tidak dapa menerima kenyataan
(2) Kompensasi yang berlebihan
(3) Menerima anak sebagaimana adanya.

Hanya orang tua yang bersikap menerima anak sebagaiman adanya yang dapat diajak bekerjasama untuk membantu anak memecahkan masalah kesulitan belajar. Untuk sampai pada sikap manerima anak sebagaimana adanya ada beberapa tahapan penyesuaian, yaitu:
(1) Menyadari adanya masalah
(2) Mengenal masalah
(3) Mencari penyebab
(4) Mencari penyembuhan
(5) Menerima anak sebagaimana adanya.

Ada dua pendekatan dalam program bimbingan bagi orang tua, yaitu pendekatan informasional dan pendekatan psikoterapik. Program latihan bagi orang tua juga memiliki dua macam pendekatan, yaitu pendekatan komunikasi dan pendekatan keterlibatan. Pendekatan komunikasi menekankan pada penyelengaraaan komunikasi langsung antara orang tua dan anak; sedangkan pendekatan keterlibatan menekankan pada upaya memecahkan masalah praktis melalui kerjasama kelompok.

Salah satu bentuk penanggulangan masalah belajar adalah dengan menyelenggarakan pendidikan yang interatif. Pendidikan integratif adalah pendidikan yang berupaya:
(1) Mengintegrasikan anak luar biasa dengan anak normal dalam satu kelas atau sekolah
(2) Mengintegrasikan pelayanan PLB dengan pendidikan pada umumnya
(3) Mengintegraskan dan mengoptimalkan perkembangan kognisi, emosi, fisik, dan intuisi
(4) Mengintegrasikan manusia sebagai makhluk individual yang sekaligus juga makhluk sosial
(5) Mengitegrasikan antara apa yang dipelajari oleh anak disekolah dengan tugas mereka dimasa depan
(6) Mengintegrasikan antara pandangan hidup (pancasila), agama, ilmu, dan seni.

Pendidikan yang mengintegrasikan hakikat manusia sebagai makhluk individual yang sekaligus juga makhluk sosial adalah pendidikan yang menciptakan interaksi pembelajaran individualistik, koperatif, dan kompetif yang selektif. Ada empat alasan perlunya penyelenggaraan pendidikan interagtif, yaitu (1) alasan keilmuan, (2) alasan filosofis, (3) alasan ekonomi, dan (4) fleksibilitas kurikulum LPTK.

Ada empat elemen dasar dalam pembelajaran koperatif, yaitu (1) saling ketergantungan positif, (2) interaksi tatap muka, (3) akuntabilitas individual, dan (4) keterampilan menjalin hubungan interpersonal. Ada perbedaan antara kelompok belajar koperarif dengan kelompok belajar tradisional; dan ada perbedaan pula antara peranan antara peranan guru dalam pembelajaran koperatif dengan peranan guru dalam pembelajaran tradisional.

Guru harus hati-hati dalam menciptakan suatu bentuk interaksi komperatif. Interaksi komperatif antarindividu atau antarkelompok yang tidak memiliki kekuatan seimbang dapat menimbulkan kebosanan bagi yang kuat. Ada empat bentuk pembelajaran kompetitif yang efektif untuk mencapai tujuan belajar, yaitu (1) kompetisi antarindividu yang berkemampuan seimbang, (2) kompetisi antarkelompok yang berkekuatan sama, (3) kompetisi dengan nilai minimum, dan (4) kompetisi dengan diri sendiri.

Pembelajaran individualistik dapat dalam bentuk penyelenggaraan program pendidikan yang diindividualkan dan dapat pula dalam bentuk modifikasi perilaku. Pembelajaran individualistik melalui modifikasi perilaku bertolak dari pendekatan behavioral yang menerapkan prinsip-prinsip operant conditioning. Ada empat karakteristik utama pendekatan behavioral, yaitu:
(1) Terfokus pada perilaku yang dapat diamati
(2) Asesmen yang cermat terhadap perilaku yang akan diubah dikembangkan
(3) Evakuasi terhadap pengaruh program pengubahan perilaku
(4) Menekankan pada perubahan perilaku sosial yang bermakna. Ada tujuh prinsip operant conditioning yang mendasari strategi modifikasi perilaku, yaitu (1) reinforcement, (2) punishment,(3) extinction, (4) shaping and chaining, (5) prompting and fading, (6) discrimination and stimulus control, dan (7) generalization.

Bab ini membahas berbagai gangguan perkembangan motorik dan persepsi pada anak berkesulitan belajar dan berbagaistrategi pengembangannya.

Beberapa teori perkembangan motorik telah mempengaruhi bidang kajian kesulitan belajar. Tiap teori diturunkan dari suatu disiplin ilmu tertentu.

Berdasarkan perspektif pendidikan jasmani, cratty menekankan pentingnya latihan gerak dan permainan sebagai sarana untuk memecahkan masalah kesulitan belajar.

Berdasarkan psikologi perkembangan, kephart mengembangkan teori perseptual-motor, yang menjadi dasar pemikiran tentang pengembangan motorik bagi anak berkesulitan belajar. Mewakili disiplin terapi okupasional, ayres mengembangkan teori belajar sensorimotor dalam kaitannya dengan integrasi neurofisiologis.

Persepsi menunjuk pada kesadaran informasi sensoris atau kemampuan intelek untuk menyarikan makna dari stimulasi sensoris.

Konsep modalitas-perseptual mengemukakan bahwa tiap anak memiliki kesukaan modalitas perseptual untuk belajar dan bahwa gaya belajar individual dapat disesuaikan dengan metode pengajaran.

Bangunan pengertian tentang persepsi yang memiliki implikasi bagi kesulitan belajar mencakup konsep perseptual-modalitas, sistem perseptual bermuatan lebih, persepsi keseluruhan dan bagian , persepsi visual, persepsi auditoris, persepsi taktil dan kinestik (persepsi heptik), dan integrasi informasi berbagai sistem perseptual.

Persepsi adalah keterampilan yang diperoleh dari belajar. Berbaga pengaruh lngkungan, termasuk prosedur pembelajaran, dapat memodofokasokan dan memperkuat belajar perseptual. Pada bagian akhir dari bab ini dikemukakan berbagai strategi pengembangan motorik dan persepsi.

Kognisi adalah suatu studi tentang berpikir. Ada dua dimensi gaya konitif, (1) tidak terikat dan terikat pada lingkungan (field indepedence) akan memperhatikan detil-detil esensial dari suatu tugas dan mengabaikan detail-detail yang tidak esensial. Anak yang menyelesaikan tugas secara sama baik detail-detail esensial maupun yang tidak esensial atau yang menyelesaikan tugas lebih pada detail-detail yang tidak esensial daripada yang esensial disebut memiliki gaya kognitif yang terikat pada lingkungan (field dependence). Anak-anak berkesulitan belajar umumnya tergolong anak yang memiliki gaya kognitif yang terikat pada lngkungan.

Anak juga dapat diklasifikasikan ke dalam gaya kognitif reflektifitas-impulsivitas berdasarkan apakah mereka berpikir sejenak atau tidak mereflek sebelum membuat keputusan ketika mencoba memecahkan masalah sulit. Anak-anak berkesulitan belajar umumnya memiliki gaya kognitif yang lebih impulsif daripada anak-anak yang tidak berkesulitan belajar.

Anak yang field dependence dapat dilatih menjadi field independence, begitu pula dengan anak yang impulsif dapat dilatih menjadi reflektif. Meskipun demikian, masih ada kecenderungan anak berkesulitan belajar untuk field dependence dan impulsif d dalam kelas.

Para akademik banyak terkait dengan kemampuan memori dan keterampilan metakognitif. Anak berkesulitan belajar sering mengalami kesulitan dalam memecahkan problema memori karena mereka memiliki kekurangan dalam menemukan strategi memori yang tepat. Oleh karena itu, anak berkesulitan belajar perlu diajar secara langsung dalam menghadapi problema memori. Keterampilan metakognitif merupakan pemahaman proses kognisinya sendiridan kemampuan memantau strategi yang digunakan saat mempelajari suatu tugas. Anak-anak berkesulitan belajar umumnya memiliki kekurangan dalam keterampilan metamemori, metalistening, dan metacomprehension. Oleh karena itu, anak berkesulitan belajar perlu memperoleh latihan untuk mengembangkan keterampilan metamemori dan metakognitif.

Bahasa merupakan salah satu kemampuan manusia terpenting yang menjadikan mereka unggul ats makhluk-makhluk lain. Bahasa merupakan kode atau sistem konvensional yang disepakati secara sosial untuk menyajikan berbagai pengertian melalui simbol-simbol arbitrer yang tersusun menurut aturan yang telah ditetapkan.

Wicara adalah bahasa verbal yang memiliki komkponen artikulasi, suara, dan kelancaran. Adanya gangguan pada salah satu atau lebih dari komponana tersebut dapat menimbulkan kesulitan wicara. Orang yang memiliki kesulitan wicara tidak selalu memiliki kesulitan bahasa.

Ekspresi bahasa memiliki enam komponen, yaitu fonem, morfem, sintaksis, semantik, prosodi , dan pragmatik. Adanya gangguan pada salah satu atau lebih dari komponan tersebut dapat menyebabkan kesulitan belajar bahasa,

Perkembangan bahasa mancakup isi, bentuk, dan penggunaan bahasa. Tanda-tanda awal bahasa tampak pada kemampuan bayi mengeluarkan bunyi. Pada usia sekitar dua tahun anak mulai bicara satu kata, dan selanjutnya secara berangsur-ansur berkembang menjadi kalimat yang kompleks. Ada suatu rentangan petkembangan bahasa normal, tetapi anak-anak berkesulitan belajar umumnya memiliki perkembanagan bahasa yang lebih lambat daripada anak normal.

Ada berbagai penyebab kesulitan belajar bahasa, yaitu kekurangan kognitif, kekurangan memori, kekurangan kemampuan emproduksi bahasa. Asesmen terhadap kesulitan belajar bahasa dapat dilakukan dengan instrumen formal maupun informal.

Ada beberapa pendekatan dalam remediasi kesulitan belajar bahasa, yaitu pendekatan proses, analisis tugas, behavioral, interaktif-interpersonal, dan sistem lingkungan total atau holistik.

Pada awal masuk SD anak harus belajar membaca dan kesulitan belajar membaca hendaknya segera diatasi agar anak dapat mempelajari berbagai bidang studi melalui membaca. Membaca bukan hanya mengu capkan bahasa tulis tetapi juga memahami maknanya.
Mampersiapkan anak untuk membaca harus dimulai sejak bayi dilahirkan. Ada liam tahapan perkembangan membaca, yaitu:
(1) Kesiapan membaca
(2) Membaca permulaan
(3) Keterampilan membaca cepat
(4) Membaca luas
(5) Membaca yang sesungguhnya.

Definisi kesulitan belajar membaca atau disleksia sangat bervariasi tetapi semua menunjuk kemungkinan adanya gangguan pada fungsi otak. Ada empat kelompok karakteristik kesulitan belajar membaca, yaitu dengan yang berkenaan dengan (1) kebiasaan membaca, (2) kekeliruan mengenal kata, (3) kekeliruan pemahamaan, dan (4) adanya gejala–gejala serbaneka.

Asesmen kesulitan belajar membaca dapat dilakaukan melalui intrumen formal dan informal. Guru dapat menggunakan instrumen informal sebagai landasan dalam memberikan pengajaran remedial. Asesmen informal dapat digunakan untuk mengindentifikasi adanya berbagai kesalahaan dalam membaca lisan dan membaca pemahaman.

Ada dua kelompok metode pengajaran membaca, yaitu untuk anak pada umumnya dan untuk remedial. Metode pengajaran membaca bagi anak pada umumnya antara lain berupa metode:
(1) Membaca dasar
(2) Fonik
(3) Linguistik
(4) SAS
(5) Alfabetik
(6) Pengalaman bahasa.

Metode pengajaran remedial antara lain metode (1) Fernald, (2) Gilingham, dan (3) analisis Glass.

Buku ini membahas kesulitan bejar menulis yang mencakup menulis dengan tangan atau menulis permulaan, mengeja, dan menulis ekspresif. Menulis adalah salah satu komponen sistem komunikasi.

Ada berbagai faktor yang berpengaruh terhadap kemampuan menulis dengan tangan, yaitu:
(1) Motorik
(2) Perilaku
(3) Persepsi
(4) Memori
(5) Kemampuan melaksanakan cross modal
(6) Penggunaan tangan dominan,
(7) Kemampuan memahami instruksi.

Kesulitan mengeja dapat terjadi jika anak mengalami gangguan memori dan gangguan persepsi, khususnya memori dan persepsi visual dan auditori.

Agar dapat menulis ekspresif, seseorang harus memiliki kemampuan menggunakan bahasa ujaran, membaca, mengeja, menulis dengan tangan, dan memahami berbagai aturan yang berlaju bagi sesuatu jenis penulisan.

Assesmen kemampuan menulis dapat dilakukan dengan instrumen formal atau informal.

Buku ini juga membahas berbagai strategi pengajaran menulis dengan tangan, mengeja, dan menulis ekspresif.
Matematika adalah bahasa simboils untuk mengekspresikan hubungan-hubugan kuantitatif dan keruangan, yang memudahkan manusia berpikir dalam emecahkan masalah kehidupan sehari-hari.

Hasil belajar matemarika ada dua macam, perhitungan matematika dan penalaran matematika. Ada tiga elemen bidang studu matematika:
(1) Konsep
(2) keterampilan
(3) Pemecahan masalah.

Ada empat pendekatan yang paling berpengaruh dalam pengajaran matematimka:
(1) Urutan belajar yang bersifat perkembangan
(3) Strategi belajar
(4) Pemecahan masalah

Kesulitan belajar matematika sering disebut juga disleksia, dan kesulitan belajar matematika yang berat disebut aleksia. Ada beberapa karakteristik anak berkesulitasn belajar matematika, (1) gangguan dalam memahami hubungan keruangan, (2) abnormalitas persepsi visual, (3) gangguan asosiasi visual-motor, (4) perseverasi, (5) kesulitan mengenal dan memahami simbol, (6) gangguan penghayatan tubuh, (7) kesulitan dalam bahasa dan membaca, dan (8) sekor PIQ yang jauh lebih rendal, daripada sekor VIQ.

Ada beberapa kekeliruan umum yang dilakukan oleh anak berkesulitan balajar matematika, yaitu dalam memahami simbol, nilai tempat, perhitungan, penggunaan proses yang keliru, dan tulisan yang tidak dapat dibaca.

Asesmen kesulitan belajar matematika dapat dilakukan secara informaldan/atau secara formal. Instrumen asesmen formal memerlukan pengujian validitas dan reliabilitas.

Ada beberapa prinsip pengajaran remedial matematika, yaitu:
(1) Perlunya menyiapkan anak untuk belajar matematika
(2) Mulai dari yang konkret ke yang abstrak
(3) Kesempatan untuk berlatih dan mengulang yang cukup
(4) Generalisasi ke berbagai generasisai baru
(5) Bertolak dari kekuatan dan kelemahan siswa
(6) Perlunya membangun fondasi yang kuat tentang konsep dan keterampilan matematika
(7) Penyediaan program matematika yang seimbang
(8) Penggunaan kalkulator untuk menanamkan penalaran matematika.

Usia prasekolah merupakan masa yang sangat penting dari perkembangan anak. Identifikasi dan intervensi dini terhadap anak-anak prasekolah yang berisiko berkesulitan belajar dapat mengurangi dan bahkan mencegah terjadinya kegagalan belajar disekolah. Ada tiga alasan untuk menyatakan seorang nak beresiko berkesulitan belajar, (1) hasil pemeriksaan medis, (2) risiko biologis, dan (3) risiko lingkungan.

Identifikasi dini berkenaan dengan upaya menemukan anak-anak prasekolah yang disuga berisiko berkesulitan belajar, dan intervensi dini berkenaan dengan upaya memberikan perlakuan agar kesulitan belajar dapat dicegah atau ditanggulangi. Ada enam langkah yang sebaiknya diikuti dalam melaksanakan identifikasi dan intervensi dini, (1) menjalin hubungan dan meningkatkan kesadaran masyarakat, (2) melaksanakan identifikasi, (3) menegakkan diagnosis, (4) merancang program intervensi, (5) melaksanakn intervensi, dan (6) mengevaluasi program intervensi.

Identifikasi dan intervensi dini tidak hanya berpengaruh terhadap hasil belajar anak di sekolah kelak tetapi juga berpengaruh hingga taraf sel otak. Pemberian stimulasi yang tepat dari lingkungan dapat merangsang sel glia untuk memproduksi myelin yang memungkinkan terjadinya peningkatan kualitas sel otak yang pada gilirannya juga meningkatkan kualitas proses belajar.

Ada empat pilihan sistem pelayanan intervensi dini, (1) di rumah, (2) terintegrasi dengan TK, (3) di pusat pelayanan identifikasi dan intervensi dini, dan (4) kombinasi dari berbagai jenis pilihan.

Ada empat macam model program intervensi dini:
(1) Program pengayaan
(2) Program pengajaran langsung
(3) Program yang menekankan pada kognitif
(4) Program kombinasi.

Isi program hendaknya mencakup aktivitas:
(1) Keterampilan menolong diri sendiri dan konsep diri
(2) Motorik kasar
(3) Motorik halus
(4) Komunikasi
(5) Visual
(6) Auditoris
(7) Kognitif
(8) Sosial

Dari buku ini mengungkapkan aspek-aspek yang terkait deengan kajian kesulitan belajar, yakni gambaran umum tentang kesulitan belajar, diantaranya mencakup aspek medis dan aspek psokologis kesulitan belajar. Juga tentang sistem pelayanan peningkatan prestasi belajar, kesulitan belajar khusus, serta identifikasi dan inversi dini.

Buku ini tentu bermanfaat bagi mahasiswa, khususnya program studi pendidikan guru pendidikan luar biasa, pendidik dan praktisi pendidikan.

PENDIDIKAN KEAGAMAAN

Artikel 1 :
Pendidikan Keagamaan Hadapi Kendala Serius
YOGYAKARTA--Menteri Agama M Maftuh Basyuni menegaskan, sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia sangat berkepentingan untuk memperkenalkan Islam sebagai agama Rahmatan lil Alamin. ''Kami merasa berkewajiban menjawab tuduhan zalim yang menuding Islam sebagai agama terorisme,'' kata Menteri Agama saat memberi sambutan atas penganugerahan doktor honoris causa kepada Grand Mufti Dr Ahmad Badruddin Hassoun di Universitas Islam Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Kamis (22/5). Islam agama yang mengedepankan perdamaian daripada kekerasan. Hal itu amat berbeda dari mainstream pemberitaan media massa yang mengaitkan Islam dengan aksi kekerasan. Sayangnya, kata Maftuh lagi, di antara umat Islam sendiri terdapat orang-orang yang memberikan reaksi berlebihan terhadap tuduhan tersebut. ''Sehingga, timbul kesan bahwa yang dituduhkan itu benar,'' paparnya. Alquran, kata Menag, memerintahkan dan selalu mengingatkan umat Islam untuk mengambil sikap dengan bijak. Ajaran Islam yang demikian itu yang diterapkan di Indonesia dan di seluruh dunia untuk mengedepankan dialog dan menghilangkan konflik. Karena itu, kata Menag, kiprah Dr Hassoun di bidang keislaman yang mendorong budaya dialog ini amat pantas diberikan penghargaan ilmiah berupa doktor honoris causa. ''Mudah-mudahan penganugerahan gelar ini memperoleh berkah dari Allah SWT dan semakin akan mempererat hubungan persahabatan Indonesia-Suriah,'' kata Menag. Pada acara itu, Menag memaparkan pembinaan keagamaan di tengah masyarakat masih menghadapi kendala serius. Tidak semua komponen masyarakat dan elemen bangsa, kata dia, bergerak ke arah yang sama. Pendidikan agama di sekolah juga kerap tak sejalan dengan muatan pesan yang disampaikan media massa. Ditambahkan Menag, terjadi kontradiksi atau benturan nilai yang cukup kuat dalam upaya mengarahkan masyarakat dan bangsa Indonesia agar menjadi bangsa yang maju dan menjunjung tinggi nilai-nilai dan moral keagamaan. ''Fenomena itu merupakan salah satu konsekuensi bagi bangsa-bangsa yang tertinggal dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dalam menghadapi percaturan budaya global,'' kata Menag. Oleh karena itu, dia berharap perguruan tinggi Islam bisa memainkan peran yang lebih besar dalam upaya bangsa ini meningkatkan kualitas pemahaman dan penghayatan agama di kalangan warga masyarakat. ''Paling tidak setiap perguruan tinggi Islam harus mampu memberikan pencerahan terhadap umat di lingkungan sekitarnya dan memberikan kontribusi untuk memecahkan masalah sosial keagamaan pada tingkat lokal, nasional, dan global,'' tutur Menag. BPIH 1429 H Usai bicara pada forum resmi, Menag yang dicegat wartawan sempat memberikan penjelasan terkait biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) 1429 H. Menag mengatakan masih menunggu kesepakatan dengan maskapai penerbangan. ''Sekarang ini agak tersandung oleh penetapan mengenai penerbangan. Dari penetapan itu (persetujuan oleh DPR--Red) tidak banyak berubah. Hanya, mungkin nanti kalau ada perubahan, itu kemungkinan karena kenaikan (biaya) penerbangan,'' papar Menag lagi. Menag meminta penerbangan tidak mengeskploitasi jamaah haji dengan menetapkan tarif yang teramat tinggi, meskipun ia tahu bahwa harga avtur juga melonjak. ''Mudah-mudahan ada jalan keluar yang baik,'' katanya berharap. Selain biaya penerbangan, pemerintah terus menyiapkan pondokan untuk calon jamaah haji. Saat ini, menurut Menag, sudah 40 persen pondokan disiapkan dan 60 persen sisanya sedang diselesaikan dalam waktu dekat. Menag berharap 50 persen pondokan berada di ring satu atau lokasi dekat Masjidil Haram.

Artikel 2:
Pendidikan keagamaan adalah pendidikan dasar, menengah, dan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama dan/atau menjadi ahli ilmu agama.
1. Satuan pendidikan penyelenggara
• Seminari Alkitab
• Sekolah Tinggi Theologia (STT)
• Madrasah Ibtidaiyah (MI)
• Madrasah Tsanawiyah (MTs)
• Madrasah Aliyah (MA)
• Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK)
• Pendidikan diniyah
• Pesantren
• Pasraman
• Pabhaja samanera

Artikel 3:
Pendidikan Keagamaan terus Ditanamkan
DUA tahun enam bulan tepatnya Drs H Halil Domu MSi mengabdikan diri sebagai Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Sulut. Pria yang dilahirkan di Poyowa hari ini (23/3) mencapai usia ke 53. Menurut Domu, hidup adalah anugerah terindah dan terbesar telah diberikan Allah SWT kepadanya. Pria yang dibesarkan di Kabupaten Bolaang Mongondow ini tumbuh sebagai seorang muslim yang rendah hati dan bersahaja. Sikap dan kepribadian inilah yang melekat dalam dirinya dan mengantar dia menjadi orang berguna bagi nusa bangsa dan agama. Berlatar belakang sebagai seorang pendidik dia terus merentas kehidupan dan karier.
Banyak suka dan duka yang dirasakan selama bertugas. Walau begitu suami dari Hj Harniyanti Potabuga sangat konsen dengan tugas. Tak heran sejak kepemimpinannya di Depag banyak kemajuan yang diraih.
Dalam karir pendidikan, Domu termasuk pelopor pendiri Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri (STAKN). Sekolah ini telah eksis dan menjadi kebanggaan masyarakat Kristen di Sulut. Tak sampai di situ sejak dikeluarkannya UU tentang pendidikan agama dan keagamaan Domu langsung menindaklanjuti melalui sosialisasi. Domu juga ikut andil berdirinya 12 Sekolah Menengah Teologia Kristen (SMTK). Selain di bidang pendidikan, ayahanda terkasih Musdalifah Domu SH dan Aldy Muhammad Domu ini juga sangat memprioritaskan masalah kerukunan umat beragama. “Saya sangat menentang jika ada oknum yang mencari kesempatan memprovokasi masyarakat supaya terjadi konflik. Jika ada masyarakat yang mengetahui hal ini, harap melapor,” ungkap Domu penuh ketegasan beberapa waktu lalu. Untuk terus menjaga kondusinya Sulut, dialog antar tokoh agama pun terus dilakukannya.

Artikel 4 :
Tanamkan Pendidikan Keagamaan Sejak Usia Dini
Pendidikan agama memang harus dimulai sejak dini, agar mampu melahirkan generasi penerus bangsa yang benar-benar tumbuh sebagai insan akhlakul kharimah, sebagaimana inti risalah Nabi Muhammad SAW.

Ajakan itu disampaikan Bupati Deliserdang Drs H Amri Tambunan di depan ratusan masyarakat pada saat acara pengukuhan Pimpinan dan Pengurus Yayasan Pendidikan Madarasah Al Amin, HM Dahril Siregar sebagai Ketua Dewan Pembina dan Ketua Yayasan Drs H M Yahya Z, yang dirangkaikan dengan peringatan Maulid Nabi Besar Muhammad SAW 1430 H, Senin (9/3) di Desa Medan Estate Kecamatan Percut Sei Tuan.

Lebih lanjut Bupati mengatakan nilai-nilai keteladanan Nabi Muhammad SAW perlu diaplikasikan dalam usaha mewariskan kehidupan yang lebih baik pada generasi muda. Dan kepada para pengurus Yayasan Al Amin yang telah dikukuhkan diharapkan dapat memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dalam peningkatan pendidikan agama kepada para anak didik.

Turut memberikan sambutan Ketua Dewan Pembina Yayasan Pendidikan Al Amin Medan Estate HM Dahril Siregar yang juga sebagai Ketua DPC Pemuda Pancasila Kabupaten Deliserdang.

Sementara Ketua Panitia DR Muhammad Yusuf MSi menjelaskan, kegiatan dirangkaikan dengan lomba baca tahtim tahlil bagi kaum ibu dan lomba praktik shalat dan lomba azan bagi anak-anak murid.

Hadir mendampingi bupati Kadis Dikpora Drs Sofian Marpaung MPd, sejumlah pejabat Pemkab Deliserdang, Camat Percut Sei Tuan H Syafrullah S Sos MAP/Muspika, serta tokoh pemuda dr Boyke Sihombing.
Artikel 5 :
Depag Tak Sanggup Berikan Pendidikan Bermutu
Jakarta – Menteri Agama M Maftuh Basyuni mengatakan Departemen Agama (Depag) tidak yakin mampu memberi pelayanan pendidikan yang bermutu. Alasannya anggaran untuk pelaksanaan program pokok pendidikan yang kini diterima sangat kecil.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Paskah Suzetta mengamini pernyataan Menag. Namun, Bappenas menyesalkan rendahnya kontribusi pemerintah daerah dalam mengalokasikan anggaran untuk pendidikan keagamaan (madrasah), karena urusan pendidikan agama bukan lagi melulu beban Departemen Agama.
“Kami di Depag berharap mendapat anggaran yang lebih wajar dalam rangka meningkatkan pelayanan pendidikan yang bermutu. Sesuai dengan UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional juga mengamanatkan bahwa dana pendidikan dialokasikan sekurangnya 20 persen dari APBN dan APBD di luar gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan. Kami minta yang wajar,” kata Maftuh Basyuni dalam rapat kerja gabungan Komisi VIII dan X DPR di Jakarta, Senin (10/7). Rapat tersebut juga dihadiri oleh Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo dan Kepala Bappenas Paskah Suzetta.
Karena itu, setidaknya Depag memerlukan tambahan anggaran sebesar Rp 4,24 triliun untuk membiayai program dan kegiatan mendesak yang belum tertampung dalam APBN 2006. Maftuh juga menjelaskan pihaknya akan membentuk panitia kerja (panja) bersama Mendiknas dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) guna mengatasi adanya diskriminasi dalam anggaran pendidikan anatara departemen pendidikan dan Depag.

Bukan Beban Depag
Pihaknya akan melakukan pembicaraan awal yang intensif dalam waktu dekat. Hal itu terkait dengan alokasi anggaran pendidikan nasional yang 84% masuk ke Depdiknas.
Menag menilai ada diskriminasi anggaran pendidikan terhadap pihaknya. Ihwalnya, 20 persen anggaran pendidikan yang diambil dari APBN, sekitar 84 persen untuk pendidikan nasional dan hanya 16 persen untuk pendidikan agama. Namun, di Depag, anggaran tersebut dibagi menjadi 2, yaitu untuk pendidikan agama dan gaji pegawai. Untuk Diknas, dana itu khusus untuk anggaran pendidikan.
Rendahnya anggaran pendidikan di Depag tersebut disesalkan Kepala Bappenas Paskah Suzetta. Ia juga menyesalkan rendahnya kontribusi pemerintah daerah dalam mengalokasikan anggaran untuk pendidikan keagamaan (madrasah). Menurutnya, pendidikan keagamaan tidak lagi menjadi wewenang pemerintah pusat, yakni Departemen Agama.
Menurut Paskah, sekolah umum yang dikelola Depdiknas berbeda dengan sekolah keagamaan yang telah didesentralisasikan dan APBD memiliki kontribusi. Perbedaan juga terjadi dalam hal tunjangan kesejahteraan guru yang bersumber dari APBD.
Oleh karena itu, yang dibutuhkan saat ini adalah formulasi baru agar daerah bisa memberi kontribusi juga kepada pendidikan keagamaan di daerahnya dan tidak hanya memberatkan pada kebijakan pemerintah pusat.
Sementara itu, Depag mengusulkan anggaran untuk tahun 2007 sebesar Rp 21,4 triliun. Namun, Depag hanya memperoleh pagu sementara sebesar Rp 10,7 triliun untuk membiayai 5 fungsi dan 21 program Depag. Dari pagu sementara itu, anggaran untuk pendidikan agama hanya Rp.3,6 triliun.

Asah Pendidikan Keagamaan Pada Anak

Ketua Umum Badan Komunikasi Pemuda-Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) Kota Pontianak, Firdaus Zar’in berharap malam tahun baru para orang tua melakukan pengawasan terhadap anak-anaknya. Sebab, kata dia, dari inventarisasi justru minim sekali kegiatan malam tahun baru yang bersifat refleksi dan positif. Justru terkesan malam tahun baru diperingati dengan kumpul-kumpul, maupun pesta.
“Saya imbaulah, perayaan malam tahun baru, jangan sampai muncul festival anak yang salah dan justru menimbulkan bencana kepada ibu-ibu maupun bapak-bapak. Jadi hendaklah anak-anak kita diawasi jangan sampai mabuk-mabukan, narkoba atau terjerumus seks bebas pada malam tahun baru,” kata Firdaus Zar’in, saat membuka Festival Anak Saleh Indonesia (FASI) ke VII Kota Pontianak di lingkungan Perguruan Mujahidin, kemarin.
Firdaus menuturkan hendaknya semua pihak lebih sensitif dan peduli pada masalah anak. Seharusnya upaya meningkatkan prestasi dan pendidikan keagamaan. “Selama ini, kadang-kadang kita tidak adil pada kegiatan yang bersifat akhirat. Kepedulian terhadap pendidikan agama anak juga kurang diperhatikan. Karena itu momentum Festival Anak Saleh Indonesia (FASI) hendaknya kita jadikan tekad untuk membimbing dan mengasah nilai keagamaan pada anak. Adanya Festival Anak Saleh Indonesia merupakan kegiatan yang sangat positif, sasaran dan tujuannya juga sangat jelas,” ujarnya.
Namun sangat disayangkannya, dalam melakukan aktivitasnya, selama ini masih terkendala dengan bantuan. Bahkan dalam sambutan panitia diketahui, mereka hanya bermodalkan “tekada kebersamaan”. Karena tujuan dan sasarannya jelas, Firdaus menekankan, sudah semestinya kegiatan yang positif seperti ini mendapat dukungan anggaran di APBD Kota Pontianak. Direktur LPPTKA Kota Pontianak, Drs Jamiat kepada Pontianak Post menguraikan Festival Anak Shaleh Indonesia (FASI) ke VII merupakan kegiatan yang diikuti TKA, TKPA, dan TQA. Dimana kegiatan yang diadakan tiga tahun sekali ini tujuannya mempersiapkan FASI tingkat Propinsi maupun tingkat nasional. Tentu saja festival anak Shaleh Indonesia merupakan upaya peduli terhadap peningkatan kemajuan dan pengembangan bidang pembangunan keagamaan khususnya Agama Islam, melalui pendekatan dan kebersamaan. Dengan demikian, pembangunan bidang keagamaan khususnya Agama Islam, di Kota Pontianak mengalami peningkatan dan perkembangan yang cukup pesat dan semarak.
Demikian juga mengikat silaturahmi, media pendidikan agama secara professional maupun perbaikan proses belajar dan lain sebagainya.“Ada sekitar tujuh cabang kegiatan yang diperlombakan seperti, Nasyid, Kaligrafi, dan lain-lain, kegiatan yang dikatakan ketua panitia diikuti sebanyak 395 peserta ini tentu saja tujuannya mengasah jiwa anak untuk lebih memahami nilai-nilai agama, termasuk juga ukhuwah Islamiyah,” papar Drs Jamiat.(ndi)< Ketua Umum Badan Komunikasi Pemuda-Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) Kota Pontianak, Firdaus Zar’in berharap malam tahun baru para orang tua melakukan pengawasan terhadap anak-anaknya. Sebab, kata dia, dari inventarisasi justru minim sekali kegiatan malam tahun baru yang bersifat refleksi dan positif. Justru terkesan malam tahun baru diperingati dengan kumpul-kumpul, maupun pesta. “Saya imbaulah, perayaan malam tahun baru, jangan sampai muncul festival anak yang salah dan justru menimbulkan bencana kepada ibu-ibu maupun bapak-bapak. Jadi hendaklah anak-anak kita diawasi jangan sampai mabuk-mabukan, narkoba atau terjerumus seks bebas pada malam tahun baru,” kata Firdaus Zar’in, saat membuka Festival Anak Saleh Indonesia (FASI) ke VII Kota Pontianak di lingkungan Perguruan Mujahidin, kemarin.
Firdaus menuturkan hendaknya semua pihak lebih sensitif dan peduli pada masalah anak. Seharusnya upaya meningkatkan prestasi dan pendidikan keagamaan. “Selama ini, kadang-kadang kita tidak adil pada kegiatan yang bersifat akhirat. Kepedulian terhadap pendidikan agama anak juga kurang diperhatikan. Karena itu momentum Festival Anak Saleh Indonesia (FASI) hendaknya kita jadikan tekad untuk membimbing dan mengasah nilai keagamaan pada anak. Adanya Festival Anak Saleh Indonesia merupakan kegiatan yang sangat positif, sasaran dan tujuannya juga sangat jelas,” ujarnya. Namun sangat disayangkannya, dalam melakukan aktivitasnya, selama ini masih terkendala dengan bantuan. Bahkan dalam sambutan panitia diketahui, mereka hanya bermodalkan “tekada kebersamaan”. Karena tujuan dan sasarannya jelas, Firdaus menekankan, sudah semestinya kegiatan yang positif seperti ini mendapat dukungan anggaran di APBD Kota Pontianak.
Direktur LPPTKA Kota Pontianak, Drs Jamiat kepada Pontianak Post menguraikan Festival Anak Shaleh Indonesia (FASI) ke VII merupakan kegiatan yang diikuti TKA, TKPA, dan TQA. Dimana kegiatan yang diadakan tiga tahun sekali ini tujuannya mempersiapkan FASI tingkat Propinsi maupun tingkat nasional.
Tentu saja festival anak Shaleh Indonesia merupakan upaya peduli terhadap peningkatan kemajuan dan pengembangan bidang pembangunan keagamaan khususnya Agama Islam, melalui pendekatan dan kebersamaan. Dengan demikian, pembangunan bidang keagamaan khususnya Agama Islam, di Kota Pontianak mengalami peningkatan dan perkembangan yang cukup pesat dan semarak.
Demikian juga mengikat silaturahmi, media pendidikan agama secara professional maupun perbaikan proses belajar dan lain sebagainya.“Ada sekitar tujuh cabang kegiatan yang diperlombakan seperti, Nasyid, Kaligrafi, dan lain-lain, kegiatan yang dikatakan ketua panitia diikuti sebanyak 395 peserta ini tentu saja tujuannya mengasah jiwa anak untuk lebih memahami nilai-nilai agama, termasuk juga ukhuwah Islamiyah,” papar Drs Jamiat.


Artikel 5 :

Kenalkan Agama Sejak Dini pada Anak

Dalam kehidupan manusia harta benda dan anak-anak kita merupakan karunia Ilahi dan sebagai ujian atau percobaan (fitnah), apakah kita dapat memanfaatkan harta itu dan sudah benarkah kita mendidik anak-anak tersebut. Yang perlu kita ketahui dalam kehidupan mansuia bahwa harta dan anak-anak merupakan unsur utama untuk mendapatkan kebahagiaan lahir dan duniawi. Karena harta dan anak adalah hiasan hidup duniawi, maka

"Sesungguhnya hidup di dunia ini adalah permainan, kesenangan dan kemegahan serta saling bangga, saling berlomba banyak dalam harta dan anak ..."
(QS. Al-Hadid, 57:20).

Jadi, sebagai fitnah, sisi lain dari harta dan anak ialah kemungkinannya dengan mudah berubah dari sumber kebahagiaan menjadi sumber kesengsaraan dan kenistaan yang tidak terkira. Yaitu apabila kita tidak sanggup memanfaatkan harta dan mendidik anak tersebut sesuai dengan pesan dan amanat Allah.Makna agama bagi kita adalah agama bukanlah sekedar tindakan-tindakan ritual seperti sholat dan membaca do'a saja. Akan tetapi agama lebih dari itu, yaitu agama mengatur keseluruhan tingkah laku manusia demi memperoleh ridla Allah. Agama dengan kata lain, agama meliputi keseluruhan tingkah laku manusia dalam hidup ini, yang tingkah laku itu membentu keutuhan manusia berbudi luhur (berakhlak karimah), atas dasar percaya atau iman kepada Alllah dan bertanggung jawab secara pribadi di Hari Kemudian (Kiamat). Hal tersebut diatas merupakan pernyataan kita dalam do'a pembukaan shalat kita (do'a iftitah), bahwa shalat kita, darma bakti kita, hidup kita, mati kita dan semua adalah untuk atau milik Allah seru sekalian alam. Pendidikan agama sesungguhnya adalah pendidikan untuk prtumbuhan total seorang anak didik. Dan tidak benar jika dibatasi hanya kepada pengertian-pengertiannya konvensional dalam masyarakat. Karen itu peran orang tua dalam mendidik anak melalui pendidikan keagamaan yang benar adalah amat penting. Oleh Karena itu pendidikan agama keagamaan dalam keluarga tidak hanya melibatkan orang tua saja, akan tetapi seluruh keluarga dalam usaha menciptakan suasana keagamaan yang baik dan benar dalam kelaurga. Peran orang tua tidak hanya barupa pengajaran, tetapi juga berupa peran tingkah laku, ketauladanan dan pola-pola hubungannya dengan anak yang dijiwai dan disemangati oleh nilai-nilai keagamaan menyeluruh. Seperti pepatah mengatakan bahwa pendidikan dengan bahasa perbuatan (perilaku) (tarbiyah bi lisan-I'l-hal) untuk anak adalah lebih efektif dan lebih mantap dari pada pendidikan dengan bahasa ucapan (tarbiyah bi lisan-il-maqal). Karena itu yang penting adalah adanya penghayatan kehidupan keagamaan dalam suasana rumah tangga.

Selanjutnya dapat dikatakan bahwa pendidikan agama berkisar antara dua dimensi hidup, yaitu penanaman rasa taqwa kepada Allah dan pengembangan rasa kemanusiaan kepada sesama. Penanaman rasa taqwa kepada Allah sebagai dimensi hidup dimulai dengan pelaksanaan kewajiban-kewajiban formal agama yang berupa ibadah-ibadah. Sedangkan pelaksanaannya harus disertai dengan penghayatan yang sedalam-dalamnya akan makna ibdah-ibadah tersebut, sehingga ibadah-ibadah itu tidak dikerjakan semata-mata sebagai ritual belaka, melainkan dengan keinsyafan mendalam akan fungsi edukatifnya bagi kita semua.

Rasa taqwa kepada Allah itu kemudian dapat dikembangkan dengan menghayati keagungan dan kebesaran Allah lewat perhatian kepada alam semesta beserta segala isinya, dan kepada lingkungan sekitar. Sebab menurut al-Qur'an hanya mereka yang memahami alam sekitar dan menghayati hikmah dan kebesaran yang terkandung di dalamnya sebagai ciptaan Ilahi yang dapat dengan benar-benar merasakan kehadiran Allah sehingga bertaqwa kepada-Nya. Melalui hasil perhatian, pengamatan, dan penelitian kita terhadap gejala alam dan social kemanusiaan tidak hanya menghasilkan ilmu pengetahuan yang bersifat kognitif belaka, juga tidak hanya yang bersifat aplikatif dan penggunaan praktis semata (penggunaan teknologi), tetapi dapat membawa kita kepada keinsyafan Ketuhanan yang mendalam, melalui penghayatan keagungan Tuhan sebagaimana tercermin dalam seluruh ciptaannya.

Keinsyafan merupakan unsur yang teramat penting dalam menumbuhkan rasa taqwa, maka pendidikan keagamaan dalam keluarga harus pula meliputi hal-hal yang nota bene diperintahkan Allah dalam al-Qur'an (sesuai dengan ajaran-Nya). Wujud nyata atau substansi jiwa Ketuhanan itu terdapat dalam nilai-nilai keagamaan pribadi yang amat penting yang harus ditanamkan kepada anak-anak. Kegiatan menanamkan nilai-nilai itulah yang sesungguhnya akan menjadi inti pendidikan keagamaan. Diantara nilai-nilai itu yang sangat mendasar adalah:

* Iman
Sikap batin yang penuh kepercayaan kepada Allah.
* Islam
Sikap pasrah kepada-Nya dengan menyakini bahwa papun yang datang dari Allah tentunya membawa hikmah kebaikan, yang kita (dlaif) tidak mungkin mengetahui seluruh wujudnya.
* Ihsan
Kesadaran yang sedalam-dalamnya bahwa Allah senantiasa hadir atau berada bersama kita dimana pun kita berada.
* Taqwa
Sikap yang sadar penuh bahwa Allah selalu mengawasi kita, kemudian kita berbuat hanya sesuatu yang diridlai Allah dengan menjauhi dan menjaga diri dari sesuatu yang tidak diridlai Allah.
* Ikhlash
Sikap murni dalam tingkah laku dan perbuatan, semata-mata demi memperoleh ridla Allah dan dan bebas dari pamrih lahir dan batin tersembunyi maupun terbuka.
* Tawakkal
Sikap senantiasa bersandarkan diri kepada Allah dengan penuh harapan dan dengan keyakinan kita pula bahwa Allah akan menolong kita dalam mencari dan menemukan jalan yang terbaik bagi kita.
* Syukur
Sikap penuh rasa terima kasih dan penghargaan atas nikmat dan karunia yang tidak terbilang banyaknya yang dianugrahkan Allah kepada kita.
* Sabar
Sikap tabah mengahadapi segal kepahitan hidup, besar atau kecil, lahir atau batin, karena keyakinan yang tidak tergoyahkan bahwa kita semua berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya.

Tentunya masih banyak lagi nilai-nilai keagamaan pribadi yang diajarkan dalam islam. Biasanya orang tua atau pendidik akan dapat mengembangkan nilai-nilai keagamaan lainnya sesuai dengan perkembangan anak dan keadaan.

Dimensi hidup manusia yang lain adalah mengembangkan rasa kemanusian kepada sesama. Keberhasilan pendidikan agama bagi anak-anak tidak cukup diukur hanya dari segi seberapa jauh anak itu menguasai hal-hal yang bersifat kognitif atau pengetahuan tentang ajaran agama (ritual-ritual). Justru yang lebih penting adalah sejauhmana nilai-nilai keagamaan itu dalam jiwa anak-anak diwujudkan dalam tingkah laku dan budi pekerti sehari-hari, sehingga dapat melahirkan budi luhur (akhlakul karimah). Sekedar untuk pegangan operatif dalam menjalankan pendidikan keagamaan kepada anak, mungkin nilai-nilai akhlak berikut ini dapat dipertimbangkan oleh semua orang tua untuk ditanamkan kepada anak-anak, yaitu:

* Silaturrahmi
Pertalian rasa cinta kasih antara sesama manusia, khususnya antara saudara, kerabat, tetangga dan masyarakat.
* Persaudaraan
Semangat persaudaraan, lebih-lebih antara sesame kaum beriman (Ukhuwah Islamiyah).
* Persamaan
Pandangan bahwa sesama manusia tanpa memandang jenis kelamin, kebangsaan ataupun kesukuannya adalah sama dalam harkat dan martabat.
* Adil
Wawasan yang seimbang dalam memandang menilai atau menyikapi sesuatu atau seseorang.
* Baik sangka
Sikap penuh baik sangka kepada sesama manusia.
* Rendah hati
Sikap yang tumbuh karena keinsafan bahwa segala kemuliaan hanya milik Allah, maka tidak sepantasnya manusia mengklaim kemuliaan itu kecuali dengan pikiran yang baik dengan perbuatan yang baik, yang itupun hanya Allah yang menilainya.
* Tepat janji
Salah satu sifat orang yang benar-benar beriman adalah sekip selalu menepati janji bila membuat perjanjian.
* Lapang dada
Sikap penuh kesediaan menghargai orang lain dengan pendapat-pendapat dan pandangan-pandangannya.
* Dapat dipercaya
Salah satu konsekuensi iman adalah amanah atau penampilan diri yang dapat dipercaya.
* Perwira
Sikap penuh harga diri namun tidak sombomng dan tidak mudah menunjukkan sikap memelas atau iba dengan maksud mengundang belas kasihan orang lain dan mengharapkan pertolongannya.
* Hemat
Sikap tidak boros dan tidak pula kikir dalam menggunakan harta, melainkan sedang antara keduanya.
* Dermawan
Sikap kaum beriman yang memiliki kesediaan yang besar untuk menolong sesama manusia terutama mereka yang kurang beruntungdan terbelenggu oleh perbudakan dan kesulitan hidup lainnya dengan mendermakan sebagian harta benda yang dikaruniakan Allah kepada mereka.

Nilai-nilai keagamaan di atas kiranya dapat membantu mengindetifikasi agenda pendidikan keagamaan dalam rumah tangga yang lebih konkrit dan operasional. Sekali lagi pengalaman nyata orang tua dan pendidikan akan membawanya kepada kesadaran akan nilai-nilai budi luhur lainnya yang lebih relevan untuk perkembangan anak.

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

Artikel 1 :
Pendidikan anak usia dini
Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal.
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.
Ada dua tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini yaitu:
Tujuan utama: untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan di masa dewasa.
Tujuan penyerta: untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah.
Rentangan anak usia dini menurut Pasal 28 UU Sisdiknas No.20/2003 ayat 1 adalah 0-6 tahun. Sementara menurut kajian rumpun keilmuan PAUD dan penyelenggaraannya di beberapa negara, PAUD dilaksanakan sejak usia 0-8 tahun.
Ruang Lingkup Pendidikan Anak Usia Dini
Infant (0-1 tahun)
Toddler (2-3 tahun)
Preschool/ Kindergarten children (3-6 tahun)
Early Primary School (SD Kelas Awal) (6-8 tahun)
Artikel 2 :
PAUD Sudah Menjadi Komitmen Internasional
Pendidikan Anak Usia Dini sudah menjadi komitmen internasional. Jadi harus dilakukan di setiap negara termasuk Indonesia. Ini antara lain berdasarkan Komitmen Jomtien Thailand tahun 1990 yang menyepakati perlunya memperjuangkan anak. Lantas deklasari Dakkar, Senegal tahun 2000 tentang pendidikan untuk semua.Berikut wawancara dengan Direktur PAUD. Bagaimana sesungguhnya komitmen Indonesia terhadap pendidikan anak usia dini ini?PAUD menjadi komitmen nasional, antara lain tertuang dalam amandemen UU 1945 pasal B ayat (2) bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Bagaimana dengan sasaran PAUD Nonformal, apa target yang hendak dicapai? Sasaran PAUD nonformal anak 0-6 tahun dengan prioritas usia 2-4 tahun. Usia ini rawan dan kurang beruntung sehingga dijadikan sasaran utama. Sasaran lain orang tua/keluarga, calon orangtua, pendidik/pengelola PAUD, semua lembaga layanan anak usia dini dan para tokoh masyarakat dan stakeholders PAUD yang menjadi sasaran antara. Layanan PAUD nonformal ini bisa di Taman Penitipan Anak (TPA), Kelompok Bermain, serta Satuan PAUD Sejenis (SPS), yang merupakan satuan layanan PAUD nonformal, selain TPA dan Kelompok bermain. Target 2007 anak yang mendapat layanan PAUD 0-6 tahun 28,4 juta, usia 2-4 tahun 12,1 juta (APK PAUD 48,07 % dan Disparitas APK PAUD 4,22). Target 2008, usia 0-6 tahun 28,5 juta, dan usia 2-4 tahun 12,2 juta (APK PAUD 50,47% dan Disparitas APK PAUD 3,62), dan tahun 2009 targetnya PAUD usia 0-6 tahun sebanyak 28,6 juta, usia 2-4 tahun 12,4 juta (APK PAUD 53,90% dan Disparitas APK PAUD 3,02). Dengan dimikian, pada akhir tahun 2009 nanti diharapkan sekitar 53 persen anak usia dini yang diprioritaskan usia 2-4 tahun dapat terlayani PAUD nonformal. .
Mengejar target itu bukanlah pekerjaan gampang. Apa saja tantangannya? Meskipun upaya peningkatan akses layanan PAUD mengalami peningkatan terutama jika dibanding serbelumnya, namun belum dapat mencapai hasil optimal karena tidak semua anak usia dini memperoleh kesempatan layana PAUD, khusus anak usia bawah 4 tahun. Padahal usia ini rawan serta kurang beruntung, belum semua orang tua, keluarga, dan masyarakat menyadari pentingnya pemberian layanan pendidikan anak usia dini, masih terbatasnya jumlah layanan PAUD, terutama lembaga PAUD nonformal, masih terbatasnya kuantitas dan kualitas pendidikan PAUD yang memiliki setifikasi dan kompetensi, PAUD belum menjadi pendidikan wajib.
Langkah apa saja yang ditempuh Direktorat PAUD? Kita perlu memberdayakan masyarakat melalui peningkatan kesadaran, dukungan, dan partisipasi aktif orangtua, keluarga, dan mayarakat, serta stakholders PAUD. Selain itu meingkatkan kerjasama dan kemitraan dengan berbagai lembaga, organisasi mitra PAUD, dan meningkatkan perkembangan lembagalembaga PAUD jalur nonformal.
Apa lagi yang akan ditempuh Direktorat Pndidikan Akan Usia Dini dalam memperluas aksesnya? Kami akan meningkatkan kesadara agar mendukung peningkatan akses dan mutu layanan PAUD melalui membangun dan menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pengembangan dan pendidikan anak usia dini, memperluas, memperkuat, dan meningkatkan jalinan kerjasama kemitraan dengan berbagai lembaga atau organisasi mitra PAUD, dan mendorong, mendukung, memotivasi, dan memfasilitasi tumbuhnya lembaga-lembaga layanan PAUD dengan prinsip dari, oleh, dan untuk masyarakat. Ada kiat meningkatkan kesadaran masyarakat ini? Kami lakukandengan pendekatan pemberdayaan semua program melalui wadah lembaga Forum PAUD di tingkat pusat dan daerah, pelembagaan konsorsium PAUD, dan pelembagaan HIMPAUDI (Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependididkan Anak Usia Dini). Bentuk-bentukprogram dan kegiatan pemeberdayaan masyarakat antara lain melalui bantuan atau blockgrant rintisan PAUD, bantuan kerjasama kelembagaan PAUD, peningkatan mutu melalui pendidikan, pelatihan, dan magang, sosialisasi, promosi dan pemasyarakatan PAUD, pengembangan model PAUD kerja sama dengan perguruan tinggi, dan pengembangan jaringan kerjasama/kemitraan dengan berbagai lembaga/organisasi mitra PAUD.

Artikel 3 :
Pengajar PAUD Honornya Rp 50 Ribu Sebulan
Sulit dipercaya! Ternyata masih ada pengajar PAUD yang berhonor Rp 50 ribu sebulan. Tengok saja ke desa-desa di Jawa Tengah. Di sana, para pengajar PAUD, paling tinggi menerima honor Rp 100 ribu per bulan. Bahkan ada yang hanya menerima Rp 50 ribu sebulan. Padahal semua orang tahu beban tugas mereka cukup berat.
Kenyataan tersebut tentu cukup memprihatinkan. Jumlah nominal tersebut tentu mengenaskan dan tidak sebanding dengan dedikasi yang mereka berikan. Untuk menjaga program PAUD di Jawa Tengah, Himpaudi mengeluarkan imbauan pemkab/pemkot dapat memberikan bobot perhatian lebih dengan meningkatkan kesejahteraan para tenaga pengajar PAUD.
Pada 2006 lalu program PAUD di Jateng menerima kucuran dana dari APBN sebesar Rp 6,6 miliar serta dari Pemprov senilai Rp 3,6 miliar. Namun, mengingat wilayah cakupannya yang luas, dana tersebut tetap saja terasa kecil, katanya.
Penanggung Jawab PAUD Provinsi Jawa Tengah Joko Hartanto mengantakan, sejak pertama kali diperkenalkan hingga sekarang, perkembangan PAUD di Jateng sudah makin mantap.
Banyak daerah dengan dukungan pemkab/pemkot setempat beramai-ramai mendirikan lembaga PAUD. Hingga akhir 2006 lalu, di Jateng tercatat sudah berdiri sekitar 2.171 lembaga PAUD.
Miskin Kreativitas
Kesejahteraan yang rendah ternyata membawa dampak negatif pada banyak hal. Sebut saja kreativitas guru.
Kini cukup santer keluhan bahwa pengajar PAUD di daerah ini miskin kreativitas. Kenyataan inilah yang menjadi kendala program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Jawa Tengah. Akibatnya tentu bisa diduga: program PAUD belum terpacu.
Kendala itu terrutama dijumpai di desa-desa. Cukup banyak pengjajar yang mengalami krisis kreativitas. Padahal di sana, potensi anak usia dininya tinggi.
Kondisi yang memilukan,” ujar Ketua Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (Himpaudi) Jawa Tengah, Nila Kusumaningtyas. Namun, katanya betapa pun kondisinya demikian, tapi tapi harus tetap disemangati. Pasalnya PAUD merupakan program nasional yang sangat strategis, khususnya dalam pembangun SDM berkualitas di masa depan.
Karena miskin kreativitas itulah para tenaga pengajar pun sering terjebak pada pola pembelajaran klasikal. Artinya pengajar cenderung menempuh jalan pintas dengan menekan anak agar bisa selekasnya menguasai calistung (baca, tulis, dan berhitung).
Padahal cara semacam itu dapat mengekang atau bahkan menjerumuskan anak. Kata Nila, dengan pola klasikal, anak-anak cenderung mengalami kebosanan atau kejenuhan dalam belajar manakala mereka kelak sudah duduk di bangku kelas tiga sekolah dasar (SD).
Mengubah pola klasikal dalam pembelajaran di lembaga PAUD memang tidak gampang. Karena itu, untuk memacu kreativitas di kalangan pengajar, pihaknya kini rutin menggelar program-program pelatihan bekerja sama dengan masing-masing pemkab/pemkot se- Jateng. Pelatihan seperti ini sudah sangat mendesak, mengingat kebanyakan tenaga pengajar di lembaga PAUD hanya berijazah SMA, kata dia. Tentu saja kelemahan pengajar tersebut bisa ditimpakan semuanya pada mereka program tersebut lambat karena tingkat kesejahteraan para pengajarnya masih di bawah standar. Kondisi ini diperburuk dengan belum adanya wadah yang secara spesifik memberikan perlindungan dan pembinaan bagi tenaga pendidik PAUD jalur pendidikan nonformal (PNF).

Artikel 4 :
P A U D Masih Dipandang Sebelah Mata
Perhatian yang demikian kecil pada PAUD bukan hanya menghinggapi masyarakat kebanyakan. Kalangan birokrat pendidikan, terutama di daerah, masih belum melihat pentingnya PAUD.
Buktinya, kebijakan yang dibuat aparatur birokrasi pendidikan belum menyentuh PAUD. Para orang tua di pedesaan pun kurang memiliki kesadaran untuk memasukkan anaknya pada pendidikan anak usia dini.
Kondisi demikian lantas diperparah oleh faktor kemampuan ekonimi masyarakat pedesaan yang rendah. Maka, masyarakat desa pun seperti kata pepatah, “sudah jatuh tertimpa tangga”.
Lantas apa yang harus dilakukan untuk untuk mengatasi masalah ini. Dirjen PLS Ece Suryadi mengatakan sosialisasi PAUD bagi masyarakat desa harus diutamakan.
Seperti diketahui, periode 0-6 tahun adalah usia emas seorang anak manusia. Dus, jika di usia ini anak ditangani dengan baik maka kita akan mendulang sumber daya manusia yang handal kelak di kemudian hari.
Sebaliknya jika kita salah menanganinya, hasilnya justru sebaliknya. Artinya bukan SDM bermutu yang dihasilkan melainkan SDM keropos.
Menangani anak usia dini ini haruslah komprehensif. Maksudnya, pendekatan yang harus diambil adalah dengan perawatan dan pendidikan. Di dalamnya ada tiga hal yang harus diintegrasikan yakni pendidikan, gizi dan kesehatan.
Di negara-negara maju, PAUD sudah ditangani dalam sistem yang mapan. Dengan begitu, pendidikan anak usia dini dikelola secara profesional. Tak mengherankan kalau SDM negara maju cukup bermutu karena sejak dini SDM-nya dipersiapkan dengan dengan baik.
Dalam masyarakat kota, kesadaran akan pentingnya PAUD sudah lebih baik. Para orang tua bahkan mempersyaratkan anaknya masuk Taman Kanak-kanak (TK). Hanya masalahnya, TK sebagai salah satu bentuk pelayanan PAUD (prasekolah) disalahkaprahi. Praktik pengelolaan TK di perkotaan ini terjebak sebagai lembaga formal. TK pun lebih bernuansa schooling (persekolahan). Padahal seharusnya TK dikelola dengan pendekatan preschooling (prasekolah). Pendidikan TK berkesan seperti kelas awal SD. Soalnya karakteristik materi dan strategi pembelajarannya kaku dan mengarah kepada pengembangan intelektual. Sebagai contoh, dalam kegiatan belajar di TK, guru menerangkan daun hanya di depan kelas (sangat verbalistis dan parsial). Padahal dalam pembelajaran tersebut, anak-anak bisa diajak keluar ruangan kelas untuk mengamati dan bercerita ihwal daun. Mestinya, pengelolaan pendidikan anak usia dini lebih tepat didekati dengan pendekatan nonformal dengan mengedepankan sentuhan emosi anak. Untuk iitu, pengembangan anak usia dini memerlukan pembenahan internal dari sisi kebijakan, pelurusan konsep dan strategi dalam pengelolaan, serta proses sosialiasi dan diseminasi PAUD kepada masyarakat terutama di pedesaan.

Artikel 5 :
Baru Separuh Jumlah Anak Terlayani PAUD
Pendidikan Anak Usia Dini atau PAUD berperan penting dalam penentuan pola pikir anak pada usia emas 0-4 tahun. Namun, PAUD masih cenderung ditelantarkan baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Hingga kini, baru separuh dari total 29 juta anak usia dini di Indonesia yang telah terlayani oleh PAUD.
Tahun ini, menurut Direktur PAUD, Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal, Departemen Pendidikan Nasional, Sujarwo Singowidjojo, pemerintah menargetkan pembentukan 16.800 PAUD baru dengan target utama rintisan di 50 kabupaten termasuk Kabupaten Gunung Kidul, DI Yogyakarta.
Tiap kabupaten tersebut, lanjut Sujarwo, akan memperoleh bantuan dana senilai rata-rata Rp 3 miliar untuk pengembangan PAUD. Fasilitasi pemerintah daerah di Indonesia dinilai masih kurang terutama dalam mendukung pendanaan bagi operasional PAUD maupun honor tutor dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Honor tutor dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), misalnya, baru saja naik dari Rp 50.000 menjadi Rp 100.000 per bulan yang diberikan bagi 50.000 tutor dari total 160.000 tutor. "Kami mengimbau tiap bupati untuk menggalakkan program PAUD dengan dukungan APBD," kata Sujarwo ditemui di sela launching PAUD Unggulan di PAUD An Nur, Karangmojo, Kamis (26/2).
Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga DI Yogyakarta Suwarsih Madya dalam sambutan tertulisnya menyatakan terus berupaya menyosialisasikan PAUD ke seluruh lapisan masyarakat. Total jumlah siswa yang duduk di Taman Pendidikan Anak, Kelompok Bermain, dan Satuan PAUD Sejenis di DIY adalah 64.651 anak dengan 6.805 tutor.
PAUD An Nur didaulat menjadi pusat unggulan PAUD Gunung Kidul dan memperoleh bantuan block grant dari pemerintah pusat senilai Rp 150 juta. Pengurus PAUD An Nur, Alifatun, mengatakan, pendanaan operasional PAUD selama ini mengandalkan bantuan dari donatur serta subsidi silang dari orangtua murid.
Sujarwo menambahkan, kualitas hidup manusia ditentukan pada sejauh mana kualitas pendidikan di usia dini. Kemampuan kognitif justru berkembang pesat pada usia 0-4 tahun. "Di tangan para tutor, perbaikan generasi muda bangsa ini ditentukan," tambahnya.
Bupati Gunung Kidul Suharto mengakui bahwa pembentukan perilaku dan sikap dimulai sejak usia dini. Saat ini, baru sekitar 51 persen anak di Gunung Kidul mengenyam PAUD. Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul berupaya terus meningkatkan kualitas pendidikan dengan pendanaan dari APBD senilai Rp 318 miliar untuk pendidikan.

PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS

Artikel 1 :
Sentra Pendidikan Layanan Khusus Ditambah
Pada tahun 2007, pemerintah berencana menambah dan mengembangkan sentra pendidikan layanan khusus, terutama di wilayah-wilayah bekas bencana, terpencil, dan perbatasan. Upaya ini merupakan bagian penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, khususnya dari jalur pendidikan luar biasa.

Hal tersebut disampaikan Direktur Pembinaan Sekolah Luar Biasa Direktorat Jenderal Dikdasmen Depdiknas, Eko Djatmiko, ditemui di sela-sela acara Spirit, ”Kreasi Gemilang Anak-anak Luar Biasa Indonesia", di Bandung, Kamis (16/11). Acara tahunan ini menghadirkan ratusan anak-anak berkebutuhan khusus dari 33 provinsi se-Indonesia.

Eko menjelaskan, sentra-sentra pengembangan yang dimaksud diantaranya wilayah Nunukan (Kalimantan Timur), Natuna (Kepulauan Riau), Sangihe Talaud (Sulawesi Utara), dan Rondo (NAD). Daerah-daerah yang menjadi pilot project ini dipilih berdasarkan permintaan dan analisis kebutuhan daerah.

”Program (pendidikan layanan khusus atau PLK) ini memang terbilang baru. Setahun terakhir bergulirnya. Sesuai dengan UU Sisdiknas, khususnya Pasal 31, PLK ini ditujukan bagi siswa-siswa yang berada di daerah pelosok, terpencil, komunitas adat terpencil (KAT), daerah konflik, maupun bekas bencana alam,” ungkapnya.

Berbeda dengan pendidikan luar sekolah (PLS), sasaran PLK ini adalah siswa-siswa usia wajar dikdas 9 tahun. Keunikan dari program ini, metoda pengajarannya tidak melulu bersifat akademis atau kognitif. Melainkan, dipadukan dengan pembekalan life skill yang tentunya disesuaikan potensi anak didik.

Tahun 2006 ini, PLK ini diujicobakan di sedikitnya 12 daerah yang ada di tanah air, diantaranya Lampung, Medan, Batam, Makassar, Sulawesi Tengah dan Mataram. Di antara sejumlah sentra, lokasi pengungsian di Atambua (Nusa Tenggara Timur) dan KAT Suku Anak Dalam (Jambi) menjadi salah satu indikator keberhasilan program.

Menurut Eko, program strategis ini diharapkan bisa efektif membantu pencapaian target wajar dikdas, khususnya di daerah yang sulit terjangkau pendidikan jalur reguler. ”Tahun 2006 ini, saya berutang 54.000 anak difabel usia sekolah (wajar dikdas) yang tidak bersekolah. Padahal, jumlah ini baru sepertiga dari seluruh siswa pendidikan khusus,” ujarnya kemudian.

Anggaran ditingkatkan

Untuk mendukung rencana tersebut, Depdiknas mengimbanginya dengan pengajuan penambahan alokasi anggaran dalam APBN 2007 mendatang. Kenaikannya, mencapai 35 persen dari tahun sebelumnya, yaitu menjadi Rp 365 miliar. Dari total Rp 365 miliar anggaran PSLB, 30 persen diantaranya ditujukan untuk PLK.

Agus Prasetyo, penanggung jawab sebuah PLK yang beroperasi di daerah bencana khususnya NAD, menyambut baik penambahan alokasi anggaran tersebut. ”Ini tentunya sangat baik. Bisa mendukung operasional dan pengembangan kualitas tutor. Apalagi, selama ini kegiatan (PLK) ini sifatnya sukarela. Padahal, jangkauan daerah sangat luas,” ucapnya.

Artikel 2 :
Anak Pengungsi Atambua Butuh Pendidikan Layanan Khusus
Mandikdasmen (Atambua, NTT): "Tatapan anak-anak itu begitu penuh harapan ketika kami datang" BEGITULAH petikan yang diutarakan oleh salah satu staf dari lima staf dari Direktorat Pembinaan SLB yang datang khusus melihat secara dekat kondisi anak-anak pengungsi di Atambua, Nusa Tenggara Timur, perbatasan dengan Timor Leste, awal Maret lalu.
Setelah Timor Timur (Timtim) berdaulat menjadi Timor Leste beberapa tahun lalu kemudian disusul dengan kondisi politik dan keamanan Timor Leste bulan Februari 2008 yang tidak kondusif, mengakibatkan banyak pengungsi yang 'lari' ke wilayah RI, Atambua.
Para pengungsi itu ditempatkan dibeberapa wilayah di NTT. Biasanya tempat tinggal mereka dekat dengan markas Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI-AD). Hal ini agar para pengungsi dapat dipantau lebih dekat oleh pihak keamanan.
Untuk perjalanan darat dari ibukota NTT yaitu Kupang menuju Atambua akan menempuh waktu enam hingga tujuh jam. Melewati empat kabupaten, yaitu Kupang, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara dan Bone.
Sementara perjalanan lewat udara, kurang dari setengah jam. Namun jadwal perjalanan melalui udara terbatas. Pesawat kecil yang dapat mengangkut puluhan orang itu hanya ada dua minggu sekali.
Ribuan Anak Pengungsi
Ada tiga titik wilayah konsentrasi di Kabupaten Belu yang menjadi target pelayanan pendidikan di wilayah Kecamatan Kota Atambua ini yaitu Fatubanao, Tenuki'ik, dan Manumutin.
Anak-anak korban konflik dan anak pengungsi di wilayah ini mencapai ratusan. Bahkan kabarnya bisa lebih dari 1.000 anak.
Anak-anak ini merupakan anak berusia sekolah 7-18 tahun. Mereka terdiri dari anak-anak yatim-piatu, anak-anak yang terpisah karena orang tuanya masih berada di Timor Leste, dan anak pengungsi dari orang tua yang ekonomi tidak mampu.
Bantuan Alat
Pada dasarnya mereka sudah mengenal baca, tulis dan hitung. Sehingga tidak ada kesulitan dalam pengembangan pendidikan selanjutnya.
Sehingga pihak pengelola layanan pendidikan di ketiga kelurahan ini menginginkan pendidikan yang layak bagi anak-anak pribumi yang kurang mampu dan anak-anak pengungsi ini. Karena saat ini sarana dan fasilitas masih terbatas. Selain buku-buku pelajaran, diperlukan sarana keterampilan seperti alat bengkel otomotif, alat tenun, alat jahit, dan alat boga.
"Kami mohon bantuan untuk penye-diaan fasilitas proses belajar mengajar dan sarana keterampilan lainnnya. Pasalnya saat ini sarana belajar dan keterampilan belum memadai. Saat ini anak-anak belajar di ruang kelurahan," kata Mikhael Mali sekalu Kepala Kelurahan Fatubanao.
Anak-anak yang ditampung dalam proses belajar mengajar di Fatubanao ada sebanyak 60 anak. Mereka berusia antara 12-19 tahun ini merupakan campuran dari anak-anak pribumi Atambua dan anak-anak eksodus dari Timor Leste.
Sementara di Kelurahan Tenuki'ik ada sebanyak 20 anak yang berusia 13-17 tahun. Sebanyak 16 anak diantaranya merupakan anak pengungsi.
Sedangkan di Kelurahan Manumutin ada sebanyak 35 anak. Seluruhnya anak pengungsi. Sebanyak 33 orang merupakan usia sekolah yaitu 16-18 tahun. Dua orang lainnya berusia 19 tahun dan 30 tahun.
Layanan Tutor
Selama ini, anak-anak itu diberikan pembekalan pendidikan dan keterampilan oleh lima tutor yang dibina oleh Yayasan Purnama Kasih. Agar para tutor ini merasa nyaman dalam membina anak-anak pengungsi itu, mereka diberikan honor Rp 600.000 dan sejumlah asuransi yaitu jaminan kecelakaan, jaminan kesehatan, jaminan hari tua dan jaminan kematian senilai Rp 2juta per bulan.
"Ini belumlah sebanding dengan pengabdian mereka dalam membina anak-anak ini," ujar Ahryanto, Direktur Yayasan Purnama Kasih.
Saat ini mereka belajar dua hari dalam seminggu. Satu hari mereka belajar formal dan hari lainnya belajar keterampilan selama 2-3 jam. Anak-anak yang ditampung dalam pelayanan pendidikan ini nantinya akan bergabung dalam Sekolah PLK di Atambua.
"Mereka akan memperoleh 20 persen muatan pendidikan formal dan 80 persen keterampilan dengan kearifan lokal," kata Ahryanto.
Anak Pengungsi Itu Jadi Penambang Batu
Ketiga kelurahan di Kecamatan Kota Atambua, Kabupaten Belu, yaitu Fatubanao, Tenuki'ik, dan Manumutin merupakan daerah rawan kriminal seperti pemalakan, penodongan, perampokan, perkelahian dan pembunuhan. Banyak juga yang suka mengemis.
"Pada dasarnya para pengungsi ini memiliki karakter yang mudah curiga dengan orang, terutama orang asing," ujar Ahryanto, Direktur Yayasan Purnama Kasih yang menjadi pemandu perjalanan ke Atambua. Namun hal tersebut dapat diminimalisir karena sebagian besar wilayah ini dikuasai oleh TNI-AD.
Anak-anak yatim-piatu dan mereka yang terpisah dengan orang tuanya, biasanya ditampung oleh para sanak keluarga yang berada di Atambua. Namun keluarga yang menampung anak-anak ini juga tidak sanggup untuk membiayai sekolah mereka.
Bagi anak-anak pribumi (Atambua) dari keluarga yang kurang mampu mereka mesti bertahan hidup bersama orang tuanya dengan berkebun atau berdagang, bahkan tak sedikit yang menjadi tukang ojek.
Sementara anak-anak pengungsi dan korban konflik tidak banyak yang bisa mereka lakukan, sehingga hal ini yang menyebabkan kerawanan di daerah tersebut. Namun anak-anak yang mandiri, mereka akan ikut serta menjadi 'penambang' batu kali. Jumlah penambang batu ini mencapai ratusan anak usia sekolah.
Anak-anak tersebut menjadi penambang untuk menyambung hidupnya, karena kabarnya tidak banyak keluarga setempat yang mau memelihara mereka karena berbagai macam alasan.
Batu kali itu dikumpulkan dari sepanjang Sungai Talao, yaitu sungai besar yang melintasi Kota Atambua di wilayah Fatubanao. Setiap rit atau sekitar tiga kubik batu yang telah dipecahkan atau batu-batu kecil dihargai Rp 200.000. Lalu batu-batu itu dijual kepada agen digunakan sebagai pembangunan jalan, atau pengecoran bangunan.

Artikel 3 :

Kala Suara Anak Jalanan Teredam ‘Live Music’

Bagi kalangan kelas menengah ke atas, menikmati hiburan live music menjelang pergantian tahun merupakan hiburan yang menyenangkan. Namun bagi anak-anak jalanan yang biasa berprofesi sebagai pengamen, hingar bingar live music justru mengurangi pendapatan mereka hari ini.
Ketika ditemui di kawasan Tebet Utara Dalam, enam orang anak jalanan yang biasa beroperasi di sejumlah kafe yang memang berjejer di ruas jalan Tebet Utara Dalam sedang bercengkerama di trotoar di pertigaan ujung jalan ini. Hingar bingar live music dari Comic Cafe, Burger and Grill dan sejumlah kafe lainnya memaksa mereka harus diam.
“Nggak boleh ngamen. Dimarahin ama penjaganya,” ujar Harupin (9).
Teman-temannya, Doni (6), Iwan (10) dan Riswan (11) sibuk mencoba terompet tahun baru yang baru saja mereka peroleh dari penjual terompet di tempat itu dengan cuma-cuma.
Sementara itu, teman lainnya Oki (11) dan Doni (10) menyusul kemudian. Doni yang berumur 10 tahun mengaku sering mengamen di daerah ini dengan intensitas tak tentu. Sekali-kali bisa saja pindah ke daerah lain atau justru di kereta rel listrik (KRL) ekonomi. Seharinya, sekitar Rp 10.000-20.000 bisa mereka kantongi. Jika ngamen bertiga, tentu saja uangnya harus dibagi tiga.
Menjelang 2009, tak ada satupun dari mereka yang mengungkapkan harapan khusus yang mereka inginkan. Bahkan, Doni yang ayah ibunya tidak akur hingga pisah rumah hanya terdiam ketika ditanya mengenai rencananya di tahun depan.
“Apa ya? Nggak tau,” ujarnya lalu diam. Nggak ingin sekolah? “Oh iya, mau,” tandas Doni meralat jawabannya.
“Nggak mungkin,” seru Harupin yang memang agak usil.
Meski gelap malam menyamarkan senyum simpul Doni, senyumnya melanjutkan tekad yang baru saja diucapkannya. Asal saja, kesempatan pun segera diberikan kepada anak-anak tidak mampu seiring dengan peningkatan anggaran pendidikan menjadi 20 persen oleh pemerintah.
Artikel 4 :
Penyelenggaraan Kelas Layanan Khusus (KLK)
Dinas Pendidikan Kota Semarang merupakan salah satu dari 35 kota/kabupaten penyelenggara Kelas Layanan Khusus (KLK) di Indonesia. Program Kelas Layanan Khusus adalah program layanan pendidikan bagi anak usia SD yang putus sekolah atau sama sekali belum bersekolah pada usia 7 - 14 tahun. Tujuannya agar anak-anak usia tersebut yang putus sekolah atau belum pernah bersekolah dapat memperoleh layanan pendidikan di SD sampai tamat.
Penyelenggaraan Kelas Layanan Khusus di suatu sekolah bersifat tidak permanen. Tugas sekolah sebagai Penyelenggaraan Kelas Layanan Khusus akan berakhir ketika di sekitar sekolah sudah tidak ada lagi anak-anak usia SD yang putus sekolah atau belum bersekolah. Oleh karena itu setiap tahun pelajaran baru diadakan verifikasi terhadap kelayakan SD penyelenggara KLK. SD. Badarharjo 02 Kecamatan Semarang Utara pada tahun pelajaran 2008/2009 masih termasuk salah satu SD yang berhak menyelenggarakan KLK sesuai dengan verifikasi Dir. Pembinaan TK/SD.
Artikel 5 :
Malang Gelar Pendidikan Khusus Penderita Autis
Malang, Kominfo-Newsroom -- Pemerintah Kabupaten Malang, Jawa Timur, melalui kebijakannya sesuai amanat UUD 1945, serta UU Sisdiknas N0 20 Tahun 2003, akan segera melaksanakan pendidikan khusus (PK) dan pendidikan layanan khusus (PLK) bagi penderita autis.
Anak penderita autis atau anak-anak dengan berkebutuhan khusus (ABK) yang mengalami kelainan fisik, emosional, mental, sosial atau memiliki kecerdasan dan bakat istimewa berhak mendapat pendidikan guna menyongsong masa depan mereka lebih baik lagi.
Selain pendidikan khusus, pemkab Malang juga akan menambah sekolah inklusif (sekolah biasa) yang dapat mengakomodir semua anak berkebutuhan khusus (ABK) yang terpilih melalui seleksi dan memiliki kesiapan baik Kepala Sekolah, guru, orang tua peserta didik, tenaga administrasi serta lingkungan sekolah/masyarakat.
Saat ini jumlah sekolah inklusif yang ada di Kabupaten Malang baru delapan sekolah yang tersebar di delapan kecamatan, sedangkan SLB yang ada masih sangat terbatas dan letaknya jauh.
''Ke depan akan dikembangkan sekolah untuk ABK pada masing-masing kecamatan di tiap eks pembantu Bupati,'' kata Kadis P dan K, Drs Suwandi MM, MSC, pada acara sosialisasi pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus kerjasama Tim Penggerak PKK dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Malang, belum lama ini.
Ia mengharapkan, melalui kerjasama yang sinergi antara Dinas P dan K dan TP.PKK (Pokja II) dapat meningkatkan pemahaman terhadap masyarakat tentang arti pentingnya Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus bagi penderita autis guna menyongsong masa depan mereka lebih baik lagi.

PENDIDIKAN KHUSUS

Artikel 1 :
Pemerintah Lamban Atasi Pendidikan Khusus
JAKARTA (Media): Perhatian pemerintah negara berkembang, termasuk Indonesia, pada pendidikan anak-anak dengan kebutuhan khusus atau special needs masih sangat minim.
Padahal, jumlah anak dengan kebutuhan khusus yang menderita cacat seperti tuna netra, autistik, down syndrome, keterlambatan belajar, tuna wicara serta berbagai kekurangan lain, jumlahnya terus bertambah.
Pikiran di atas mengemuka dari Torey Hayden, pakar psikologi pendidikan dan pengajar anak-anak dengan kebutuhan khusus asal Inggris, yang juga telah menerbitkan buku berisi pengalamannya mengajar di Jakarta, kemarin.
Hayden mengungkapkan, jumlah anak dengan kebutuhan khusus di seluruh dunia terus bertambah. Kondisi serupa diperkirakan juga terjadi di Indonesia. Ia mencontohkan, diperkirakan penderita autisme di dunia mencapai satu dari 150 anak.
"Itu baru penderita autis saja, belum berbagai kekurangan lain. Berdasarkan penelitian diperkirakan jumlah anak dengan special needs, dan kriteria lain juga terus bertambah pesat, diduga terkait dengan gaya hidup dan kontaminasi berbagai polutan," ungkap Hayden yang sembilan bukunya telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia itu.
Hayden menegaskan, idealnya pemerintah memberikan perhatian pada anak-anak dengan kebutuhan khusus, sama besarnya seperti yang diberikan pada murid-murid normal. Pasalnya, sebagian anak dengan kebutuhan khusus itu memiliki potensi intelektualitas yang tidak kalah dibandingkan teman-temannya sebayanya. Selain itu, pendidikan yang memadai serta disesuaikan dengan kebutuhan mereka juga akan membuat anak-anak tersebut, dapat hidup dengan wajar serta mengurangi ketergantungannya pada bantuan keluarga dan lingkungannya.
Namun, lanjut Hayden, dengan minimnya pendidikan yang diberikan pada mereka, anak-anak yang telanjur dicap cacat itu, justru akan menjadi beban sosial yang akan merepotkan keluarga dan lingkungannya. "Selain dibutuhkan jumlah sekolah yang memadai untuk mereka, juga diperlukan pola pendidikan yang tepat. Selain tentunya guru yang memadai dan benar-benar mencintai mereka," ujar penulis buku terlaris Sheila: Luka Hati Seorang Gadis Kecil, yang rencananya hari ini penulis yang kini tinggal di North Wales ini, bertemu Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) A Malik Fajar serta memberikan ceramah di Jakarta, Bandung serta Yogyakarta.
Untuk kasus Indonesia, konflik merebak di berbagai daerah, Hayden melihat dari berbagai sisi, telah membuat banyak anak mengalami trauma sosial. Mereka juga memerlukan pola pendidikan khusus berbeda dengan teman-temannya. Anak-anak yang pernah mengalami dan menyaksikan kekerasan, kata Torey, memerlukan pendekatan yang berbeda disesuaikan dengan kondisi psikologis mereka.
Anak-anak tersebut, urai Hayden, harus diyakinkan bahwa mereka dicintai lingkungannya. Selain memberikan muatan pendidikan formal, guru-guru pun, seharusnya mau mendengar keluh kesah mereka serta melakukan pendekatan psikologis lainnya.
"Ya, saya mendengar tentang kondisi di Indonesia. Jika kondisi traumatis itu dibiarkan begitu saja, kita tak akan tahu apa yang akan terjadi pada mereka nantinya setelah dewasa. Yang penting, bagaimana caranya agar anak-anak itu tetap memiliki harapan dan keyakinan tentang masa depan yang lebih baik, bahwa kondisi buruk yang terjadi sekarang bisa berubah nantinya," ujar Hayden.
Sementara itu, Haidar Bagir, Ketua Yayasan Lazuardi Hayati yang mengelola sekolah unggulan, dan mendidik anak-anak dengan kebutuhan khusus, di tempat yang sama, sepakat dengan pikiran yang digulirkan Hayden. Haidar mengungkapkan, selain mengalami kekurangan jumlah sekolah yang mengkhususkan diri pada pendidikan anak-anak dengan kebutuhan khusus, Indonesia pun harus melakukan perbaikan pada kurikulum pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus.
"Padahal, jelas-jelas dalam Undang-Undang Dasar (UUD), disebutkan bahwa anak telantar dan anak cacat itu menjadi tanggungan negara. Jadi, yang dibutuhkan sekarang adalah sejauh mana amanat UUD itu bisa dilaksanakan dalam kegiatan sehari-hari. Namun, daripada menunggu pemerintah, kami mencoba bergerak lebih dahulu, termasuk memberikan Beasiswa bagi anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah kami," tukas Haidar, Direktur Utama Mizan Publika, perusahaan yang menerbitkan buku-buku Torey Hayden.

Artikel 2 :
Komitmen Depdiknas terhadap Pendidikan Khusus
Jumlah anak berkebutuhan khusus (ABK) di Indonesia cukup banyak. Sayang, hal tersebut belum diikuti ketersediaan sekolah yang cukup dan tenaga pendidik yang memadai. Bagaimana program pemerintah untuk mengangkat derajat pendidikan para ABK itu? Hingga kini, masih terlihat kesenjangan antara pendidikan khusus dengan pendidikan reguler. Belum adanya pendataan yang akurat mengenai jumlah anak berkebutuhan khusus (ABK) oleh pemerintah merupakan salah satu bukti. Selama ini, untuk memprediksi jumlah ABK di Indonesia, pemerintah menggunakan data dari hasil sensus nasional atau prevalensi dari standar lain. implikasinya, pemerintah tidak dapat menyusun program layanan yang benar-benar akurat sesuai dengan karakteristik kebutuhan ABK itu sendiri. Berdasar hasil analisa BPS (Badan Pusat Statistik) dan Depsos (Departemen Sosial) tahun 2003, jumlah penyandang cacat di Indonesia sekitar 1,48 juta atau 0,7 persen dari jumlah penduduk. Sedangkan jumlah penyandang cacat umur 5-18 tahun (masuk kategori usia sekolah) diprediksi 21,42 persen dari seluruh penyandang cacat, atau 317.016 anak. Sementara itu, berdasar data dari Direktorat PSLB (pendidikan sekolah luar biasa), ABK yang sudah mendapat layanan pendidikan sebanyak 66.610 anak. Rinciannya, TKLB 8.011 anak, SDLB 44.849 anak, SMPLB 9.395 anak dan SMALB sebesar 4.395 anak. Dengan fenomena itu, dapat disimpulkan baru 21 persen ABK di Indonesia yang telah memperoleh layanan pendidikan. Kenyataan itu diperparah dengan minimnya tenaga pendidik yang hanya berjumlah 10.338 orang. Jumlah tersebut disinyalir jauh dari kebutuhan. Apalagi, mainset guru kita sudah telanjur terpola secara dikotomi antara guru regular dan guru khusus. Menurut Budiyanto, tim pengembang SDN Inklusi Ngasem 1 Surabaya dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa), hak mendapat pendidikan merupakan hak semua anak bangsa. Itu sesuai UUD 1945 pasal 31 (1) dan UU nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional (Sisdiknas). Pada pasal 32 ayat 1 disebutkan, pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan disik, emosional, mental, sosial dan memliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Ada 12 jenis ABK. Yaitu, tunanetra (cacat penglihatan), tunarungu (cacat pendengaran), tuna grahita, tunadaksa (cacat tubuh), tunalaras (lambat belajar), tuna wicara (tidak dapat berbicara), tunaganda (korban penyalahgunaan narkoba), dan penyandang HIV/AIDS. Tuna Grahita dibagi menjadi tiga. Yaitu, tuna grahita ringan (anak yang memiliki IQ diantara 50-70), tuna gfrahita sedang (IQ: 25-50), dan tuna grahita berat (IQ dibawah 25). Pada ayat 2 dijelaskan, pendidikan layanan khusus (PLK) merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang. "Termasuk yang mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi. Melihat fenomena yang cukup miris itu, Direktorat PSLB (pendidikan sekolah luar biasa) tahun ini berkonsentrasi mendandani pendidikan khusus (PK). Salah satu langkah yang diupayakan ialah menyediakan anggaran sebesar 10 persen dari total anggaran pendidikan. Nilai anggaran itu berkisar Rp 365 miliar. "Nilai itu belum termasuk anggaran yang diprogramkan dari APBD masing-masing daerah tingkat kabupaten dan kota," ujar drg Sjatmiko dari direktorat PSLB Depdiknas dalam seminar Strategi Pengembangan Pendidikan Inklusif di Indonesia yang diadakan Unesa, beberapa waktu lalu. Persoalannya, kata Jatmiko, pada tataran realisasi, apakah semua daerah memiliki komitmen yang sama dalam meningkatkan mutu pendidikan? "Sebab, di era otonomi seperti sekarang, masing-masing daerah memiliki kewenangan sendiri-sendiri," ujarnya. Di samping itu, untuk menambah SDM pendidik, pemerintah mulai menggandeng perguruan tinggi di seluruh tanah air.

Artikel 3 :
Program Pendidikan Khusus Berbasis Kompetensi
Sekolah Luar Biasa B Negeri Pembina Tingkat Nasional Denpasar merupakan salah satu sekolah yang memiliki jenjang pendidikan lengkap sesuai dengan kurikulum PLB yang berbasis kompetensi dari tingkat taman kanak-kanak sampai sekolah menengah.
Program Pendidikan Khusus dilaksanakan dengan satuan pendidikan sebagai berikut :
Tuna Rungu Wicara:
1. Taman Kanak-kanak Luar Biasa B: untuk anak-anak usia 5-7 tahun dengan lama studi 2 tahun dengan penekanan pembelajaran pada pengembangan perilaku dan kepribadian, pengembangan kemampuan dan ketrampilan (bahasa, pengetahuan, kreatifitas dan kesehatan) dan program khusus pembelajaran bina persepsi bunyi dan irama.
2. Sekolah Dasar Luar Biasa B: untuk anak usia 8-15 tahun dengan lama studi 6 tahun dengan penekanan pada pembelajaran bidang matematika, IPA, ketrampilan (vokasional), kesehatan, kesenian, komputer dan program khusus pengajaran bidang muatan lokal, BPBI dll.
3. Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa B: untuk anak usia 16-18 tahun dengan lama studi 3 tahun dengan penekanan pada pembelajaran bidang matematika, IPA, ilmu sosial, Bahasa Inggris, kesehatan, kesenian dan ketrampilan khusus seperti komputer dan manajemen, tata boga (food and beverage service), perawatan kecantikan, rekayasa teknik, ketrampilan bidang perkayuan, otomotif, keramik dll.
4. Sekolah Menengah Atas Luar Biasa B: untuk remaja usia 19-21 tahun dengan lama studi 3 tahun dengan penekanan pada bidang matematika, IPA, ilmu sosial, bahasa Inggris, kesehatan, kesenian dan komputer serta pendidikan ketrampilan khusus yang mencakup komputer dan manajemen, tata boga (food and beverage service), perawatan kecantikan, rekayasa teknik, ketrampilan bidang perkayuan, otomotif, keramik dll.
5. Retardasi Mental
Disampaing program tersebut di atas SLBB PTN Denpasar juga melaksanakan pendidikan khusus untuk Retardasi dari TKLB.C dan SDLB.C.
6. Autisme
Layanan yang diberikan dalam bentuk terapi pendidikan mulai 2 tahun sampai usia sekolah. Selanjutnya diberikan pendidikan formal.
7. Pusat Layanan Pendidikan Bagi Siswa Korban NarkobaMemberikan layanan pendidikan sesuai dengan jenjang kelas dan usia dan terutama sosialisasi program pencegahan penyalahgunaan narkoba.
8. Bengkel KerjaUntuk menunjang keberhasilan pendidikan tersebut di atas maka sekolah juga dilengkapi dengan pusat bengkel kerja/sheltered workshop yang telah berjalan dengan baik yang meliputi: 1. Bengkel Otomotif; 2. Kerajinan Tangan dan Tekstil; 3. Pertukangan Kayu; 4. Laboratorium Komputer; 5. Tata Boga; 6. Tata Rias Kecantikan; 7. Tata Busana; 8. Melukis dan 9. Keramik.

Artikel 4 :
Perhatian Khusus pada Pendidikan Khusus
KabarIndonesia - Beberapa waktu yang lalu saya berkesempatan menghabiskan waktu dan merayakan hardiknas bersama siswa-siswi sekolah luar biasa Siswa Budhi Surabaya. Berdasarkan refleksi diri dari pengalaman berharga itulah artikel singkat ini ditulis.Sejak diberlakukannya UU No.20/2003 tentang Sisdiknas, maka sejak saat itu istilah pendidikan luar biasa berganti nama menjadi pendidikan khusus, demi memperbaiki kualitas layanan pendidikan luar biasa itu sendiri. Namun sayang, meski istilahnya telah berubah, perhatian pemerintah maupun stigma keterbelakangan di masyarakat toh tidak juga berubah. Malah makin memarginalkan kaum yang sudah termarginalkan ini.Contoh nyata yang dilakukan masyarakat misalnya masih adanya tindak diskriminatif terhadap penyandang cacat. Bahkan saya masih menemukan orang tua yang menganggap kurang penting menyekolahkan anaknya ke sekolah khusus (SLB). Lantas, masih pantaskah kita menuntut mereka untuk mandiri dan berguna bagi masyarakat / lingkungannya jika kita sendiri enggan membukakan peluang bagi mereka untuk berkembang?Sedang contoh ketidak-adilan yang dilakukan pemerintah lebih kompleks lagi. Mulai dari ketidak tersediaan fasilitas hingga kurangnya perhatian akan kesejahteraan guru pendidikan khusus. Padahal dalam pendidikan khusus jelas dibutuhkan perhatian yang khusus pula. Diperlukan perhatian yang luar biasa pula untuk memperbaiki kualitas layanan pendidikan luar biasa.Menyedihkan sekali melihat di sekolah luar biasa yang sempat saya cicipi itu tidak ditunjang dengan fasilitas-fasilitas yang sebetulnya sangat diperlukan oleh masing-masing ketunaan. Misalnya, tidak tersedia ruang bina persepsi dan kedap suara bagi anak-anak tunarungu, tidak ada juga ruang latihan orientasi mobilitas dan mesin braille bagi anak-anak tunanetra, bahkan permainan khusus bagi anak-anak tuna grahita pun tidak ada, semua itu karena keterbatasan dana. Tanpa penyediaan fasilitas-fasilitas itu, sangat mustahil kiranya untuk meningkatkan aksesibilitas, partisipasi, dan kesempatan belajar anak-anak berkebutuhan khusus ini.Sudah saatnya kita semua serius dalam usaha peningkatan mutu pendidikan khusus. Supaya mereka dapat menjadi pribadi yang mandiri dan mampu bersaing dengan anak-anak normal lainnya. Hal ini bisa diwujudkan dengan banyak cara, diantaranya pembangunan fasilitas, sarana dan prasarana pendidikan yang sesuai dengan tiap-tiap ketunaan, mengembangkan kurikulum berstandar nasional, termasuk meningkatkan kualitas para pengajar di pendidikan luar biasa.Pemerintah wajib memberi peluang yang sama bagi anak-anak berkebutuhan khusus ini untuk memperoleh pendidikan terpadu dan sesuai dengan karakteristik ketunaannya.Jika kita mau mencoba melihat dunia dengan kacamata mereka, tentunya kita akan temukan dunia yang berbeda. Mereka mungkin berkelainan, mereka mungkin tidak beruntung, baik secara fisik, sosial, ekonomi, ataupun kultural. Tapi mereka juga anak-anak manusia, yang juga berhak mendapatkan layanan pendidikan yang sama terbukanya seperti kita untuk mengenyam pendidikan yang layak.Those who seems unfortunate are those who have more hidden wisdom. Give them chance, they will give you more.

Artikel 5 :
Tiga Juta Anak Butuh Pendidikan Khusus
Lebih dari tiga juta anak membutuhkan pendidikan layanan khusus (PLK). Jumlah itu merupakan anak usia sekolah yang tidak tertampung pada sekolah umum dikarenakan akses pendidikan tak terjangkau,putus sekolah, berada di daerah konflik, luar negeri atau karena kebutuhan khusus lain.
”PLK sangat fleksibel, mulai dari kurikulum, waktu belajar hingga pada kebutuhan sumber daya gurunya,”kata Direktur Pembinaan Sekolah Luar Biasa (PSLB) Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) Ekodjamitko Sukarso kepada Seputar Indonesia (SI) kemarin. Hingga saat ini, kata Eko,PLK sudah berjumlah 196 sekolah.Tersebar di dalam dan luar negeri. ”Termasuk PLK yang melayani anak-anak tenaga kerja Indonesia (TKI) di perkebunan-perkebunan milik Malaysia,”tuturnya.
Dia menerangkan, lebih dari 3 juta anak yang membutuhkan PLK tersebut terdiri atas pekerja anak berjumlah 2,6 juta orang, 15.000 anak-anak di daerah transmigrasi, serta 2.000 anak di lembaga pemasyarakatan (lapas) anak. ”Belum lagi kebutuhan PLK untuk anak korban perdagangan orang (trafficking), di daerah pelacuran, konflik, dan anak-anak penderita HIV/AIDS serta anak putus sekolah yang datanya belum terhimpun,” ujar Eko. Sementara itu, pada Sabtu (11/4) Eko meresmikan satu-satunya PLK di Pulau Bawean, Kabupaten Gresik, Jawa Timur.
Dia berharap PLK yang melayani anakanak putus sekolah dan anak-anak nelayan yang terletak di pesisir pulau terpencil itu bisa dijadikan model bagi PLK-PLK lain. PLK yang memiliki jam belajar di sore hari dan hanya mempunyai waktu pertemuan tiga kali seminggu tersebut bekerja sama dengan Universitas Muhammadiyah Gresik.